- This topic has 6 replies, 3 voices, and was last updated 3 days, 21 hours ago by
Albert Yosua.
C.A.L.M: Jurus Tenang Saat Emosi Mulai Meninggi
June 25, 2025 at 3:45 pm-
-
6 replies
19 views
Up::0Kamu Tak Perlu “Menang” Saat Itu Yang Kamu Perlu Memimpin Situasi
Banyak orang berpikir bahwa bisa tetap tenang dalam situasi sulit itu bawaan lahir. Padahal, tenang bukan bawaan lho tapi keputusan.
Setiap orang bisa melatihnya. Termasuk kamu.Dalam percakapan yang memanas, kebanyakan orang langsung:
🚨 Bereaksi spontan
😶 Menutup diri
🗣️ Membalas dengan nada tinggi
Tapi, komunikator yang hebat punya cara lain: mereka pause, berpikir, lalu merespons dengan tenang dan jelas.
💡 Gunakan Model C.A.L.M untuk Tetap Tenang
Model ini membantu kamu tetap tenang dan berpikir jernih saat situasi menegangkan:C – Center yourself before you speak
Ambil napas, tenangkan diri, baru bicara. Jangan buru-buru.A – Actively listen to understand, not just reply
Dengarkan dengan niat untuk memahami, bukan sekadar membalas.L – Lead with logic over emotion
Gunakan logika. Jangan biarkan emosi mengendalikan kata-katamu.M – Mind your words, be clear and deliberate
Pilih kata-kata dengan hati-hati. Sampaikan maksudmu dengan jelas.✨ Contoh Kasus:
Situasi: Rekan kerja menyalahkanmu di depan tim karena proyek terlambat.✅ Respons Tenang (C.A.L.M):
“Saya mengerti kamu kesal. Boleh kita bicarakan ini lebih lanjut setelah meeting? Saya juga ingin menjelaskan bagian saya.”
❌ Respons Emosional:
“Itu bukan salah saya! Jangan lempar tanggung jawab ke saya di depan semua orang!”
🌱 5 Kebiasaan Untuk Melatih Keteguhan dan Kendali Diri
Agar kamu makin terbiasa, latih kebiasaan berikut ini:🔸 Reframe the moment as a chance
Lihat situasi tegang sebagai kesempatan mengasah kedewasaan dan komunikasi.🔸 Clarify before you respond
Tanyakan maksud lawan bicara, jangan langsung tersinggung.“Maksud kamu tadi gimana ya?”
🔸 Pause before you react
Berhenti sejenak sebelum menjawab. Hitung 3 detik jika perlu.🔸 Breathe to stay sharp
Tarik napas dalam. Napas yang tenang bantu otak berpikir lebih jernih.🔸 Mirror their tone
Ikuti nada bicara lawan bicara dengan tenang. Kalau mereka bicara cepat dan tegang, kamu bisa tetap rendah nada dan lambat ya dan ini akan menurunkan tensi.🎯 Kamu Tak Perlu “Menang” Saat Itu ya Kamu Perlu Memimpin Situasi
Sering kali, kita ingin menang dalam perdebatan. Tapi yang sebenarnya kamu butuhkan adalah menguasai momen, bukan mengalahkan orang lain.Dengan mengubah cara bicaramu, postur tubuh, dan mindset saat emosi naik, kamu bukan hanya menjaga ketenangan, tapi juga mengubah arah percakapan jadi lebih positif dan produktif.
Sering kali, kita ingin menang dalam perdebatan. Tapi yang sebenarnya kamu butuhkan adalah menguasai momen, bukan mengalahkan orang lain.
Dengan mengubah cara bicaramu, postur tubuh, dan mindset saat emosi naik, kamu bukan hanya menjaga ketenangan, tapi juga mengubah arah percakapan jadi lebih positif dan produktif.
Tenang itu bukan kelemahan, tapi kekuatan. Bukan soal bakat, tapi soal kebiasaan yang bisa dilatih. Mulailah dari hal kecil—dengarkan lebih dalam, jeda sejenak sebelum merespons, dan pilih kata dengan hati-hati. Karena semakin sering kamu melatihnya, semakin kuat kamu menghadapi situasi apapun tanpa kehilangan kendali.
-
Kadang dalam situasi tegang, refleks kita memang pengen “membela diri” duluan, padahal justru di situlah pentingnya bisa pause, tarik napas, terus respon dengan sadar.
Model C.A.L.M ini praktis banget dan relate. Saya suka bagian “mind your words”—karena sering kali yang bikin situasi makin runyam bukan apa yang kita maksud, tapi cara kita menyampaikannya.
Pertanyaan untuk diskusi:
Kalau lagi dalam posisi ditekan atau diserang terus (apalagi di depan orang banyak), kadang susah banget buat tetap tenang. Kira-kira ada cara atau latihan khusus nggak supaya refleks kita saat emosi itu bisa lebih terkendali otomatis, bukan hanya pas ingat modelnya aja?
-
Kalau saya biasanya ketika saya tidak merasa melakukan apapun, tetapi malah saya yang disalahkan dengan alasan, kenapa tidak di kontrol dan kenapa tidak diperhatikan.
Dari situ emosi saya akan meninggi.
Yg saya lakukan biasanya adalah : “Saya akan panggil orang yg disalahkan tersebut dan memberitahu kalau masih mau kerja di perusahaan ini, harus komunikasi ke saya dulu, jgn main langsung jalankan tanpa persetujuan saya. Klo masih melanggar, saya akan berikan sanksi tegas”
-
Saya paham banget perasaan saat disalahkan padahal merasa tidak bersalah. Rasanya kayak ingin langsung “fight back”. Tapi saya juga belajar bahwa memisahkan antara perasaan pribadi dan kebutuhan menyelesaikan masalah itu penting. Menyampaikan aturan dan ekspektasi secara tegas tapi tetap tenang, seperti yang Widdy lakukan, bisa jadi bentuk kepemimpinan yang solid.
-
-
Setuju banget, Albert. Yang sering bikin kita “kecolongan” di momen-momen emosi itu memang refleks—bukan karena kita nggak tahu harus gimana, tapi karena otak udah keburu fight or flight mode. Makanya kunci yang kamu angkat tadi, soal membentuk refleks baru lewat latihan, penting banget.
Kalau dari aku, salah satu latihan yang cukup ngaruh adalah:
💡 Latihan “Replay & Rehearse”
Setelah kejadian yang bikin emosi, coba evaluasi ulang dan bayangin ulang skenario-nya. Lalu latih diri sendiri:
“Kalau nanti kejadian serupa, saya akan jawab begini…”
Ini mungkin keliatannya sepele, tapi otak kita jadi terbiasa punya “skrip cadangan” yang lebih tenang dan terarah.Selain itu, rutin latihan mindfulness juga bantu. Nggak harus panjang-panjang, cukup 5 menit sehari buat sadar napas dan tubuh—itu udah cukup untuk bantu tubuh kita kenal “mode tenang” walau lagi panas situasinya 🔥🧘
✨ Pertanyaan buat teman-teman:
Pernah nggak kalian punya momen emosi meledak di tempat kerja, terus nyesel belakangan? Kalau iya, apa pelajaran paling besar dari kejadian itu?
Dan kalau boleh tahu, apa yang kalian lakukan setelahnya supaya bisa lebih tenang di kesempatan berikutnya?Yuk saling sharing, biar makin siap hadapi situasi sulit dengan kepala dingin bareng-bareng 🧠❄
-
“Replay & Rehearse” itu menarik banget. Kadang kita terlalu cepat move on dari situasi emosional tanpa evaluasi, padahal di situlah peluang emas buat belajar. Dan betul, dengan latihan semacam itu, otak kita bisa punya “shortcut” respon yang lebih tenang di situasi serupa. Saya jadi kepikiran buat mulai journaling pendek setiap kali ada kejadian emosional—buat refleksi sekaligus latihan skrip respon seperti yang Lia bilang.
-
-
🌱 Pertanyaan buat teman-teman di forum:
Kadang tantangan terbesar bukan saat situasi meledak, tapi saat belum meledak tapi kita udah ngerasa “gerah” di dalam. Apa sinyal-sinyal awal yang biasanya kalian rasakan saat emosi mulai naik, dan gimana cara kalian “menangkap sinyal” itu sebelum telanjur bereaksi?Siapa tahu kita bisa saling bantu mengenali “alarm internal” masing-masing sebelum emosi ambil alih 🙌
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- Valentine Edition: Ungkapkan Cintamu untuk Karier & Perusahaanmu6 February 2025 | General
- Mekari Community Recap 20239 January 2024 | Mekari Update
- Cerita Bagaimana Akhirnya Saya Memilih Jurnal.id31 July 2024 | Finance & Tax