Apakah anda mencari sesuatu?

  • This topic has 9 replies, 3 voices, and was last updated 1 day, 13 hours ago by Amilia Desi Marthasari.

Fenomena “Silent Expectation” dalam Dunia Kerja

November 27, 2025 at 4:01 pm
image
    • Lia
      Participant
      GamiPress Thumbnail
      Image 9 replies
      View Icon 3  views
        Up
        0
        ::

        Di banyak organisasi, kinerja sering kali ditopang oleh hal-hal yang tidak pernah benar-benar diucapkan. Ada standar yang tidak tertulis, kebiasaan yang diasumsikan, serta ekspektasi yang berjalan diam-diam di balik rutinitas harian. Fenomena ini dikenal sebagai silent expectation—harapan yang tidak disampaikan secara eksplisit, tetapi tetap dianggap harus dipenuhi. Tidak sedikit profesional yang tanpa sadar hidup dalam tekanan jenis ini: bekerja keras mengikuti sesuatu yang tidak pernah dibahas, tidak pernah disepakati, tetapi dianggap “sudah seharusnya”.

        Silent expectation lahir dari budaya kerja yang kurang komunikatif. Misalnya, seorang karyawan dianggap kurang proaktif hanya karena tidak hadir di luar jam kerja, padahal tidak ada aturan yang mewajibkan hal tersebut. Atau seorang staf dinilai “kurang cepat” hanya karena tidak merespons pesan dalam hitungan menit, meskipun tidak ada pedoman terkait waktu respons. Banyak relasi kerja menjadi tidak sehat bukan karena beban tugasnya berat, tetapi karena batasan dan ekspektasi tidak pernah dinyatakan secara jelas.

        Dalam sisi lain, silent expectation juga muncul dari cara individu membaca lingkungan. Ada profesional yang merasa harus selalu tampak sibuk, takut menolak permintaan tambahan, atau ragu mengungkapkan ketidakjelasan instruksi karena khawatir dianggap tidak kompeten. Padahal, sebagian besar tekanan itu tidak benar-benar datang dari organisasi, melainkan dari asumsi pribadi yang tumbuh karena komunikasi tidak berjalan dua arah. Ketika asumsi bertumpuk, risiko miskomunikasi semakin besar, dan hasil kerja pun menjadi tidak optimal.

        Fenomena ini dapat berdampak serius terhadap kesejahteraan karyawan. Banyak pekerja merasakan kelelahan mental bukan karena volume pekerjaan semata, tetapi karena ketidakpastian mengenai apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka. Ketidakjelasan inilah yang menguras energi karena seseorang terus-menerus menebak apa yang harus dilakukan agar tetap dianggap perform. Dalam jangka panjang, hal seperti ini memengaruhi motivasi, loyalitas, bahkan kualitas pengambilan keputusan.

        Di sisi organisasi, silent expectation menciptakan ketimpangan antara standar yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi. Manajemen mungkin menganggap bahwa semua orang memahami prioritas, sementara karyawan justru beroperasi berdasarkan asumsi mereka masing-masing. Akhirnya, effort yang besar tidak selalu menghasilkan output yang selaras dengan target. Budaya kerja pun menjadi ambigu, tidak terukur, dan sulit dievaluasi secara objektif.

        Memutus lingkaran silent expectation tidak selalu mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan. Kuncinya terletak pada keberanian untuk memperjelas. Atasan perlu memberikan arahan yang lebih konkrit, menyampaikan prioritas secara terbuka, dan menetapkan standar dengan bahasa yang mudah dipahami. Karyawan pun perlu merasa aman untuk bertanya, menegosiasikan batasan, serta memastikan bahwa pemahaman mereka sejalan dengan tujuan tim. Lingkungan yang transparan bukan berarti kaku; justru sebaliknya, ia menciptakan ruang bagi kolaborasi yang lebih tulus.
        <p style=”text-align: center;”>Pada akhirnya, organisasi yang sehat adalah organisasi yang komunikasinya jelas. Ekspektasi yang disampaikan dengan tepat tidak hanya mengurangi tekanan psikologis, tetapi juga membuat setiap orang bekerja dengan arah yang sama. Silent expectation memang tidak selalu terlihat, namun dampaknya nyata. Dengan mengubah pola komunikasi menjadi lebih terbuka, lingkungan kerja dapat menjadi tempat yang lebih manusiawi—tempat di mana setiap orang tahu apa yang sedang mereka kerjakan, mengapa hal itu penting, dan bagaimana mereka bisa berkembang tanpa harus menebak-nebak.</p>

      • Albert Yosua
        Participant
        GamiPress Thumbnail
        Image 9 replies
        View Icon 3  views

          Kak Lia, terima kasih banyak atas pemaparan yang sangat membuka wawasan mengenai fenomena silent expectation di lingkungan kerja. Apa yang Kakak sampaikan menurut saya sangat relevan, terutama di era ketika banyak organisasi bergerak cepat tetapi tidak selalu mengiringinya dengan komunikasi yang sehat. Saya setuju bahwa ekspektasi diam-diam ini sering kali menjadi akar tekanan yang tidak terlihat namun sangat terasa dampaknya.

        • Albert Yosua
          Participant
          GamiPress Thumbnail
          Image 9 replies
          View Icon 3  views

            Saya tertarik dengan poin Kakak bahwa sering kali karyawan bekerja mengikuti standar yang tidak pernah dibicarakan. Hal ini membuat mereka merasa salah ketika gagal menebak keinginan atasan, meskipun mereka sebenarnya bekerja dengan kapasitas terbaik. Dalam situasi seperti ini, performa seseorang seakan diukur bukan dari apa yang dikerjakannya, tetapi dari sejauh mana ia bisa membaca pikiran orang lain—dan ini tentu tidak adil maupun efektif.

          • Albert Yosua
            Participant
            GamiPress Thumbnail
            Image 9 replies
            View Icon 3  views

              Di sisi lain, saya juga melihat bahwa silent expectation tidak selalu sepenuhnya datang dari organisasi. Banyak individu, seperti yang Kakak sebutkan, membangun ekspektasi sendiri berdasarkan ketakutan atau asumsi. Bahkan ada yang merasa harus selalu terlihat sibuk, meski sebenarnya tidak ada tuntutan formal seperti itu. Tekanan internal semacam inilah yang terkadang justru lebih melelahkan daripada tugas-tugas yang tertulis jelas.

            • Albert Yosua
              Participant
              GamiPress Thumbnail
              Image 9 replies
              View Icon 3  views

                Yang lebih mengkhawatirkan, ketidakjelasan seperti ini sering memengaruhi kesehatan mental. Ketika seseorang terus menebak-nebak apa yang “seharusnya” dilakukan, energi mental terkuras untuk hal-hal yang sebenarnya dapat dicegah lewat komunikasi sederhana. Tidak heran, banyak pekerja merasa burnout bukan karena pekerjaannya terlalu berat, tetapi karena situasinya terlalu kabur.

              • Albert Yosua
                Participant
                GamiPress Thumbnail
                Image 9 replies
                View Icon 3  views

                  Saya mengapresiasi poin Kakak bahwa organisasi juga memiliki tanggung jawab untuk memperjelas ekspektasi. Banyak bias dan miskomunikasi bisa dihindari jika pimpinan lebih transparan mengenai prioritas, standar, dan batasan. Dengan begitu, karyawan tidak perlu lagi bekerja dalam ruang abu-abu yang membuat mereka ragu setiap saat.

                • Albert Yosua
                  Participant
                  GamiPress Thumbnail
                  Image 9 replies
                  View Icon 3  views

                    Namun demikian, saya juga sepakat bahwa keberanian karyawan untuk bertanya dan meluruskan pemahaman sangat penting. Komunikasi dua arah adalah kunci agar tidak ada pihak yang hanya menebak-nebak. Jika budaya bertanya sudah dianggap wajar, maka silent expectation perlahan bisa digantikan oleh clear expectation yang lebih manusiawi.

                  • Albert Yosua
                    Participant
                    GamiPress Thumbnail
                    Image 9 replies
                    View Icon 3  views

                      Yang menarik, fenomena ini menunjukkan bahwa komunikasi bukan sekadar alat untuk menyampaikan instruksi, tetapi juga fondasi bagi kesehatan psikologis dan kualitas kerja. Ketika ekspektasi jelas, setiap anggota tim dapat bekerja dengan arah yang sama dan merasa dihargai atas kontribusi mereka. Lingkungan kerja pun menjadi lebih transparan, suportif, dan minim drama yang tidak perlu.

                    • Albert Yosua
                      Participant
                      GamiPress Thumbnail
                      Image 9 replies
                      View Icon 3  views

                        Dari paparan Kak Lia, saya jadi ingin bertanya: Menurut Kakak, langkah paling realistis apa yang bisa mulai dilakukan oleh karyawan jika mereka bekerja dalam organisasi yang masih sangat tertutup terhadap komunikasi terbuka? Apakah ada pendekatan tertentu yang bisa dilakukan tanpa terkesan menantang struktur yang sudah ada?

                      • Amilia Desi Marthasari
                        Participant
                        GamiPress Thumbnail
                        Image 9 replies
                        View Icon 3  views

                          Diperlukan adanya komunikasi dua arah ini terbentuk, lingkungan kerja tidak menjadi kaku, justru sebaliknya. Transparansi menciptakan ruang kolaborasi yang lebih tulus, lebih sehat, dan lebih jujur. Tidak ada lagi energi terbuang karena menebak-nebak. Tidak ada lagi konflik yang muncul dari ekspektasi tersembunyi. Yang ada hanyalah tim yang bergerak dengan ritme yang sama: jelas dalam tujuan, dewasa dalam komunikasi, dan matang dalam tanggung jawab.

                      Viewing 9 reply threads
                      • You must be logged in to reply to this topic.
                      Image

                      Bergabung & berbagi bersama kami

                      Terhubung dan dapatkan berbagai insight dari pengusaha serta pekerja mandiri untuk perluas jaringan bisnis Anda!