::
Isu mengenai permintaan keringanan pajak oleh sejumlah BUMN kembali menjadi perhatian setelah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait permohonan dukungan fiskal dari CEO Danantara, Rosan Roeslani. Dari penjelasan yang disampaikan, terlihat bahwa pemerintah ingin tetap mendukung proses konsolidasi yang sedang berlangsung, namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam memberikan insentif. Menariknya, Purbaya menegaskan bahwa permintaan penghapusan kewajiban pajak untuk kasus-kasus lama sebelum 2023 secara tegas ditolak. Artinya, ada batas yang jelas antara dukungan fiskal dan disiplin kebijakan.
Menurut Purbaya, pemerintah hanya dapat memberikan keringanan pajak selama hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa meskipun BUMN memiliki peran strategis, mereka tidak dapat serta-merta mendapatkan perlakuan khusus yang melampaui batas regulasi. Sayangnya, publik belum mendapatkan informasi mengenai BUMN mana saja yang mengajukan permintaan tersebut, sehingga ruang spekulasi masih cukup terbuka.
Salah satu poin menarik adalah kemungkinan adanya insentif pajak untuk BUMN yang sedang menjalankan aksi korporasi, terutama dalam rangka konsolidasi. Purbaya menyatakan bahwa pemerintah masih mempertimbangkan pemberian keringanan dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Kebijakan ini tampaknya diarahkan untuk memastikan proses restrukturisasi dan penguatan BUMN berjalan efektif tanpa membebani keuangan perusahaan secara berlebihan pada masa transformasi.
Setelah masa dua atau tiga tahun tersebut, setiap aksi korporasi akan kembali dikenakan pajak penuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Skema ini memberikan kompromi antara dorongan reformasi dan penegakan aturan pajak. Bagi pemerintah, ini juga menjaga konsistensi fiskal dan mencegah moral hazard jika insentif diberikan tanpa batas waktu.
Purbaya juga menegaskan bahwa seluruh keputusan diambil berdasarkan regulasi, bukan berdasarkan permintaan semata. Prinsip ini penting agar insentif fiskal tidak berubah menjadi “bantuan khusus” yang membuka peluang ketidakadilan, terutama mengingat BUMN mengelola sumber daya besar dan memiliki pengaruh signifikan di berbagai sektor ekonomi.
Melihat dinamika ini, kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai langkah tengah: mendukung transformasi BUMN tanpa mengabaikan disiplin perpajakan. Namun di sisi lain, transparansi mengenai perusahaan mana saja yang meminta keringanan pajak tetap menjadi tuntutan publik agar pengawasan bisa berjalan lebih sehat.
Menurut saya, kebijakan selektif seperti ini memang diperlukan, tetapi tetap harus diiringi dengan mekanisme pemantauan yang jelas. Pemberian insentif sementara bisa efektif untuk mendorong konsolidasi, namun harus ada evaluasi terukur agar insentif tersebut tidak menjadi alat yang disalahgunakan.
Bagaimana menurut teman-teman di forum ini? Apakah pemberian keringanan pajak dalam rangka konsolidasi BUMN adalah langkah yang tepat? Atau seharusnya pemerintah lebih tegas dan tidak memberikan insentif sama sekali untuk menjaga keadilan fiskal dan persaingan usaha?