pada topik diatas DPR menyampaikan aspirasi dan memberi solusi ke Presiden. Presiden secara intuitif tertarik karena ada dimensi keadilan dan pro rakyat. Namun setelah dibahas lebih detail dan komprehensif, ada kompleksitas, tantangan dan hal-hal lain.
Mari kita coba rekonstruksi :
1. UU 7/2021 hakikatnya mengatur semua penyerahan barang dan jasa adalah objek PPN, selain yang dikecualikan.
2. Pada tanggal 5 Des 2024, pimpinan DPR dan Komisi XI DPR bertemu presiden di Istana membahas isu kenaikan PPN. Presiden tidak didampingi Menko atau Menkeu.
3. Pimpinan DP konpres, menyatakan usulan DPR ke Presiden bahwa objek kenaikan PPN adalah barang mewah. DPR mengklaim Presiden sudah setuju.
4. Presiden Prabowo sempat menyatakan PPN 12% hanya untuk barang-barang mewah untuk melindungi rakyat kecil. Setelah itu rapat koordinasi pemerintah.
5. Senin 16 Des 2024, Menko Ekon, Menkeu dan beberapa menteri konpres. Semua barang/jasa kena PPN 12% selain yang sudah mendapat fasilitas, ditambah 3 barang yang mendapat fasilitas PPN DTP (minyakKita, tepung terigu, gula industri). Lalu ada wacana mengenakan PPN terhadap barang/jasa premium. Perlindungan untuk masyarakat bawah via stimulus/insentif.
6. Ditjen Pajak mengeluarkan rilis 21 Des 2024, yang memberi penjelasan teknis kebijakan PPN. Isinya sejalan dengan no.6 dan lebih detail.
Jika kita hanya dikenakan barang mewah, apa problemnya :
1. UU7/2021 tidak mengenal skema multitarif yang membedakan tarif 12% untuk barang mewah dan 11% untuk barang nonmewah. Apalagi sudah ada PPnBM untuk barang mewah. Lebih mudah dan berdampak naikin tarif PPnBM, mesti lagi-lagi objeknya sangat terbatas. Penerimaan kecil, administrasi ribet.
2. Kenaikan ini sudah diatur UU dan hanya bisa dibatalkan dengan PP saat pembahasan APBN (sudah lewat), atau dicabut dengan Perppu. Ini secara teknis cukup sulit.
3. Kalau barang/jasa mau tetap 11%, skemanya mesti DTP/subsidi. Berapa triliun rupiah dikeluarkan untuk menanggung beban PPN. Alih-alih dapat tambahan, malah tekor. Mending tidak naik sekalian. Problem ke nomor 2.
4. Terhadap beberapa barang/jasa premium bisa dikenakan PPN. Skemanya bisa dengan DPP Nilai Lain supaya efektif. Mekanismenya dengan revisi PP tentang fasilitas. Barang/jasa ini bisa dibuat kriterianya, misal jenis dan harga. Tapi ini pun butuh waktu.
Maka pilihan jatuh ke nomor 5 da nomor 6. Itulah dinamika perumusan kebijakan yang jamak terjadi. Memang pemahamannya tak mudah. Komunikasi dan koordinasi pemerintah sungguh diuji. Semoga dapat dilalui dengan baik.