::
Langkah DJP untuk memperluas basis pajak mulai tahun 2026, terutama pada sektor transaksi digital dan PMSE, menurut saya merupakan perkembangan yang sangat menarik sekaligus menantang. Ekonomi digital Indonesia tumbuh sangat cepat dalam beberapa tahun terakhirโdari e-commerce, digital services, konten kreator, hingga transaksi lintas platform. Artinya, potensi penerimaan pajak di sektor ini memang besar, namun pengawasannya juga tidak sederhana.
Pernyataan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto bahwa DJP akan mulai โmeng-exerciseโ berbagai kebijakan perluasan basis pajak menunjukkan bahwa 2026 bisa menjadi tahun uji coba sekaligus implementasi. Meski detail objek pajaknya belum dijelaskan, kita dapat memperkirakan bahwa cakupannya bisa mencakup transaksi marketplace, layanan digital, iklan daring, subscription platform, hingga ekonomi kreator. Tantangannya adalah bagaimana memastikan ketentuan baru ini adil, proporsional, dan tidak membebani pelaku usaha kecil yang baru merintis di dunia digital.
Penguatan layanan elektronik dan integrasi dengan platform Core Tax juga menjadi poin penting. Jika sistem back-end semakin solid, proses pengawasan dapat berlangsung lebih presisiโmulai dari pembayaran masa, kepatuhan tahun berjalan, hingga analisis data untuk melihat potensi ketidakpatuhan di masa lalu. Ini menunjukkan bahwa DJP ingin bergerak ke arah data-driven tax administration, bukan sekadar pemeriksaan acak atau tindakan yang berpotensi menimbulkan friksi dengan pelaku usaha.
Menurut saya, pernyataan Bimo mengenai intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis data adalah kunci. Ketika DJP mampu memanfaatkan data transaksi secara komprehensif, maka pengawasan bisa semakin akurat. Ini juga dapat membantu menepis kritik bahwa DJP sering dianggap โberburu di kebun binatangโ, yaitu memeriksa pihak yang sebenarnya sudah patuh atau tidak sesuai target risiko. Dengan pendekatan data yang matang, pengawasan bisa lebih tepat sasaran dan kebijakan bisa lebih diterima publik.
Namun demikian, perlu diingat bahwa ekosistem digital juga sangat dinamis. Banyak model bisnis baru muncul setiap tahunโmisalnya live commerce, micro digital service, monetisasi konten lintas platform, hingga transaksi antar negara melalui platform global. Regulasi yang diterapkan juga harus adaptif, tidak kaku, dan tetap memberikan ruang inovasi bagi pelaku industri digital.
Bagi pelaku usaha, informasi ini harus menjadi pengingat untuk semakin rapi dalam dokumentasi transaksi, pemisahan keuangan, dan pencatatan omzet. Sementara bagi konsultan pajak dan profesional di bidang keuangan, kebijakan ini akan membuka ruang baru untuk edukasi, asistensi, dan penyesuaian strategi kepatuhan bagi klien.
โ Pertanyaan Diskusi untuk Fintax Community:
Menurut rekan-rekan, apa tantangan terbesar dalam memperluas basis pajak digital di Indonesia?
Jika kebijakan ini diterapkan pada 2026, sektor digital mana yang paling berpotensi terdampak?
Apakah integrasi dengan Core Tax sudah cukup untuk memastikan pengawasan yang adil dan presisi?
Silakan berbagi pandanganโdiskusi kita bisa menjadi masukan berharga bagi komunitas profesional pajak dan pelaku usaha digital.