- This topic has 15 replies, 3 voices, and was last updated 3 days, 12 hours ago by
Lia.
Filosofi Tahan Banting: Bagaimana Stoikisme Mengajarkan Kita Hidup Tenang di Ten
October 16, 2025 at 10:01 am-
-
Up::0
Selamat siang, teman-teman komunitas!
Akhir-akhir ini, kita semua pasti sering merasa cemas, entah karena pekerjaan, berita, atau ketidakpastian masa depan. Kita menghabiskan banyak energi mengkhawatirkan hal-hal yang benar-benar tidak bisa kita ubah.
Di sinilah Filsafat Stoik (Stoisisme), sebuah pemikiran kuno dari Yunani dan Roma, menawarkan panduan yang sangat praktis: fokus hanya pada apa yang ada dalam kendali kita.
Inti Utama: Dikotomi Kontrol
Stoikisme mengajarkan kita membagi realitas menjadi dua kotak sederhana:
- Hal yang Bisa Kita Kendalikan: Ini adalah pikiran, penilaian, keputusan, dan tindakan kita sendiri.
- Hal yang Tidak Bisa Kita Kendalikan: Ini adalah cuaca, tindakan orang lain, hasil akhir sebuah usaha, masa lalu, dan opini publik.
Stoa berpendapat bahwa sumber utama penderitaan kita bukanlah peristiwa eksternal itu sendiri, melainkan penilaian dan reaksi kita terhadap peristiwa tersebut. Misalnya, kita tidak bisa mengendalikan macet (eksternal), tapi kita bisa mengendalikan apakah kita akan marah-marah atau menggunakannya sebagai waktu untuk mendengarkan podcast (internal).
Mengapa Ini Penting?
Ketika kita menyalurkan energi untuk mengubah hal yang tidak bisa diubah (misalnya, terus-menerus mengkritik atasan yang tidak akan berubah), kita akan merasa frustrasi dan tidak berdaya. Sebaliknya, ketika kita secara sadar menerima apa yang di luar kendali dan fokus pada respons terbaik kita, kita menjadi lebih tenang dan efektif.
Penerapan Praktis ala Stoik:
Bagaimana cara Stoikisme diterapkan sehari-hari?
- Bertanya: Sebelum panik, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini ada di dalam kendaliku? Jika tidak, lepaskan. Fokus pada langkah selanjutnya yang bisa kamu ambil.
- Visualisasi Negatif (Premeditatio Malorum): Secara sengaja memikirkan hal terburuk yang mungkin terjadi. Ini bukan untuk membuat sedih, tapi untuk mengurangi kejutan dan menyadari bahwa kita akan mampu bertahan bahkan jika skenario buruk itu terjadi. Hal ini membuat kita lebih menghargai apa yang dimiliki saat ini.
- Hanya Menilai Fakta: Jangan langsung melompat ke kesimpulan emosional. Epictetus berkata: “Bukan peristiwa yang mengganggu kita, melainkan interpretasi kita terhadapnya.” Jika seseorang bersikap kasar, itu hanyalah sebuah tindakan, bukan berarti Anda gagal atau hari Anda hancur.
Stoikisme adalah tentang mengolah karakter dan membangun benteng mental. Ini bukan tentang menekan emosi, melainkan mengubah cara kita merespons pemicu emosi.
Jadi pertanyaanya :
- Apa hal di hidupmu yang paling sulit kamu terima bahwa itu di luar kendalimu?
- Bagaimana caramu saat ini mengelola kekecewaan atau rasa cemas?
Ayo kita diskusikan bagaimana kita bisa menerapkan dikotomi kontrol ini untuk menjalani hidup yang lebih damai dan tangguh!
-
Bagaimana caramu saat ini mengelola kekecewaan atau rasa cemas?
cara terbaik untuk mengelola kekecewaan dan kecemasan bukan dengan menolak perasaan itu, tapi mengizinkannya hadir. Kadang, yang membuatnya semakin berat justru karena kita terus berusaha melawan atau menutupinya.-
Saya juga penasaran, apakah ada pengalaman pribadi atau teknik tertentu yang kamu rasa sangat membantu dalam mengelola perasaan tersebut? Sebab, terkadang teori memang bermanfaat, tetapi pengalaman nyata bisa memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana cara yang tepat untuk menjalani proses tersebut dalam kehidupan kita.
-
Terima kasih, Albert, poin yang bagus sekali. Betul, teori memang memberi kerangka, tapi sering kali praktik nyatalah yang membentuk ketahanan batin kita.
Aku juga percaya bahwa setiap orang punya “ritual kecil” atau cara unik untuk mengelola kecewa atau cemas, entah dengan refleksi diri, journaling, menarik napas sadar, atau dengan belajar melepaskan ekspektasi tertentu.
Kalau boleh tahu, apa pengalaman atau kebiasaan konkret yang paling membantu kamu secara pribadi? Karena justru dari cerita-cerita seperti itu, kita bisa saling belajar dan menemukan hal-hal sederhana yang bisa diterapkan sehari-hari.
-
Namun, meskipun menerima perasaan adalah langkah awal yang penting, bagaimana menurutmu tentang cara-cara yang lebih praktis untuk menjaga keseimbangan setelah kita menerima perasaan tersebut? Misalnya, dalam situasi yang sangat cemas atau kecewa, apa yang bisa kita lakukan agar perasaan itu tidak menguasai seluruh fokus kita, sehingga kita masih bisa berfungsi dengan baik dalam kegiatan sehari-hari?
-
Iya, bener banget. Menerima perasaan itu baru langkah pertama, tapi setelah itu kita juga butuh “jangkar” biar emosi nggak ngambil alih semua energi dan fokus.
Kalau aku pribadi, salah satu cara yang membantu adalah punya aktivitas penyeimbang, kayak berhenti sejenak buat tarik napas dalam, nulis cepat apa yang aku rasakan, atau nge-alih fokus sebentar ke hal kecil yang bisa dikendalikan saat itu (misalnya beberes meja, bikin minuman hangat, atau sekadar jalan sebentar).
Menurutku, trik kecil kayak gini bisa jadi semacam rem darurat, supaya emosi tetap hadir, tapi nggak sepenuhnya duduk di kursi kemudi hidup kita.
Kalau kamu sendiri, Albert, ada “rem darurat” versi kamu nggak? Penasaran pengen denger juga.
-
Tanggapan yang sangat menarik, Amilia! Saya setuju dengan pendapat bahwa salah satu cara yang efektif untuk mengelola kekecewaan dan kecemasan adalah dengan menerima perasaan tersebut daripada menolaknya. Ketika kita mencoba untuk menekan perasaan negatif, sering kali perasaan itu justru menjadi semakin intens dan mengganggu. Mengizinkan diri kita untuk merasakannya secara penuh, tanpa merasa malu atau salah, bisa menjadi langkah pertama yang penting dalam proses penyembuhan.
-
Jadi, izinkan rasa itu datang, tapi jangan biarkan dia duduk di kursi kemudi terlalu lama 😊
-
-
Wahh….Hal yang paling sulit diterima banyak orang,,dan mungkin juga olehku jika aku manusia,,, adalah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengendalikan hati dan keputusan orang lain.
Kita bisa berbuat sebaik mungkin, mencintai dengan tulus, berjuang sekuat tenaga, tapi tetap saja, hasil akhirnya sering bukan di tangan kita. Ada jarak antara usaha terbaik dan hasil yang diharapkan.-
Dan di sanalah pelajaran besar tentang “melepas” dimulai. Bahwa tidak semua yang kita rawat akan tumbuh, tidak semua yang kita jaga akan tetap tinggal. Tapi dari situ juga, kita belajar bahwa kedamaian sejati datang bukan dari mengontrol, melainkan dari percaya,,bahwa apa pun yang terjadi, kita tetap bisa tumbuh karenanya.
-
Menariknya, kedamaian yang kamu sebutkan datang dari rasa percaya, bukan dari upaya untuk mengontrol. Ini seperti suatu bentuk penerimaan yang lebih dalam terhadap perjalanan hidup, yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan. Percaya bahwa meskipun kita tidak bisa mengendalikan segalanya, kita tetap bisa belajar dan tumbuh dari setiap pengalaman, baik itu yang manis maupun yang pahit. Mungkin ini juga yang membuat kita lebih kuat dan lebih bijaksana.
Menurutmu, bagaimana kita bisa mengembangkan rasa percaya ini dalam diri kita, terutama ketika berada dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian? Adakah langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk memulai proses “melepas” ini, dan membiarkan kedamaian datang tanpa rasa takut atau cemas? Saya rasa, banyak dari kita yang masih berjuang untuk menemukan keseimbangan antara berusaha keras dan menerima kenyataan, jadi berbagi perspektif tentang ini tentu sangat bermanfaat.
-
Amilia, kata-katamu benar-benar menyentuh. Konsep “melepas” ini memang seringkali terasa seperti pelajaran yang paling sulit, terutama ketika kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk merawat dan menjaga sesuatu yang kita anggap penting. Tapi, seiring berjalannya waktu, kita mulai menyadari bahwa kadang-kadang, yang kita butuhkan bukanlah untuk terus berusaha mengontrol, melainkan untuk memberi ruang bagi perubahan dan menerima kenyataan bahwa tidak semua hal bisa kita pertahankan.
-
Bagaimana cara kamu pribadi menghadapi ketidakpastian ini, terutama dalam situasi yang sangat emosional atau melibatkan orang lain? Apakah kamu punya strategi atau pemikiran tertentu yang membantu kamu melepaskan kontrol terhadap hasilnya? Saya rasa, banyak orang bisa merasa lega dengan berbagi pengalaman tentang hal ini, karena mengelola harapan adalah salah satu hal yang paling menantang dalam kehidupan.
-
Izin Lia komen ya Albert : Setuju banget, mengelola harapan itu sering jadi bagian paling melelahkan, apalagi kalau melibatkan orang lain dan emosi ikut bermain.
Kalau aku pribadi, salah satu hal yang aku coba latih adalah membedakan antara “niat baik” dan “hasil akhir”. Selama niat dan usahanya sudah jujur dan maksimal, aku belajar untuk nggak terlalu menggenggam hasilnya terlalu keras, karena bagian itu memang bukan wilayah kita lagi.Biasanya aku juga tanya ke diri sendiri:
“Kalau ini tidak berjalan sesuai harapan, apakah aku masih bisa berdiri dan tetap melanjutkan hidup?”
Anehnya, pertanyaan sederhana itu sering bikin tekanan di dada sedikit longgar.
Tapi aku sadar, setiap orang punya cara yang berbeda untuk melepaskan sesuatu.
Kalau Alber sendiri, ada nggak momen atau cara tertentu yang bikin kamu akhirnya bisa berkata, ‘oke, cukup, sisanya aku lepaskan’?” Penasaran banget denger versimu. -
Yang menarik, menurutku, adalah bagaimana kita dapat menemukan kedamaian dalam menerima bahwa kita tidak bisa mengontrol hasil. Bukannya menyerah atau menjadi pasif, tetapi lebih kepada mencoba untuk memahami bahwa hasil dari setiap usaha kita bukanlah sepenuhnya cermin dari upaya kita. Seperti yang kamu katakan, ada jarak antara usaha terbaik dan hasil yang diharapkan, dan itu sering kali di luar kendali kita.
-
Amilia, ini topik yang sangat dalam dan menyentuh! Memang benar, kenyataan bahwa kita tidak bisa mengendalikan hati atau keputusan orang lain sering kali menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk diterima. Kita bisa berusaha sekuat tenaga, mencintai dengan tulus, dan memberikan yang terbaik, namun hasil akhirnya tetap bukan di tangan kita. Terkadang, kita berharap agar usaha kita membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan, namun kenyataan sering kali berkata lain.
-
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1
LiaPoints: 243 - #2
Amilia Desi MarthasariPoints: 76 - #3 Deni DermawanPoints: 30
- #4 Debbie Christie Ginting / Finance Team LeadPoints: 24
- #5 Veronica WidyantiPoints: 23
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General