Apakah anda mencari sesuatu?

Memahami Perbedaan Bupot A1 yang Disetahunkan dan Tidak Disetahunkan

December 2, 2025 at 10:18 am
image
    • Albert Yosua
      Participant
      GamiPress Thumbnail
      Image 0 replies
      View Icon 2  views
        Up
        0
        ::

        Rekan-rekan HR, belakangan ini saya melihat semakin banyak pertanyaan terkait pembuatan Bukti Potong (Bupot) PPh 21 Formulir BPA1, terutama setelah berlakunya PER-11/PJ/2025. Padahal formulir ini wajib dibuat oleh pemotong pajak untuk setiap pegawai tetap pada masa pajak terakhir, baik Desember maupun saat pegawai berhenti bekerja. Namun, yang paling sering memunculkan kebingungan adalah pemilihan jenis pemotongan dalam kolom ke-17, yaitu:

        Setahun Penuh,

        Kurang dari Setahun, dan

        Kurang dari Setahun yang Penghasilannya Disetahunkan.

        Berdasarkan regulasi, pilihan “Setahun Penuh” digunakan jika pegawai menerima penghasilan lengkap selama Januari–Desember. Ini biasanya paling mudah karena sifatnya standar, tanpa penyesuaian tambahan. Namun begitu masuk ke kategori kurang dari setahun, banyak praktisi HR dan payroll mulai bertanya-tanya mana opsi yang tepat dan kapan penghitungan harus disetahunkan.

        Untuk opsi “Kurang dari Setahun”, penghitungan TIDAK disetahunkan. Opsi ini dipilih jika pegawai hanya bekerja pada sebagian tahun tetapi kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun dan tidak pernah hilang. Contoh paling umum adalah pegawai yang baru mulai bekerja setelah Januari atau berhenti sebelum Desember, tetapi tetap merupakan subjek pajak dalam negeri sejak 1 Januari. Penghasilan yang diterimanya dihitung apa adanya sesuai periode kerja tanpa harus dig extrapolasi menjadi basis setahun penuh.

        Sementara itu, opsi “Kurang dari Setahun yang Penghasilannya Disetahunkan” digunakan ketika pegawai bekerja kurang dari 12 bulan dan kewajiban pajak subjektifnya memang tidak penuh satu tahun. Artinya, subjek pajak baru muncul atau justru berakhir di tengah tahun. Contohnya pegawai yang meninggalkan Indonesia untuk selamanya, pegawai yang meninggal dunia, atau ekspatriat yang baru menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (SPDN) di tahun berjalan. Dalam kasus seperti ini, penghasilan yang diterima akan disetahunkan terlebih dahulu untuk menghitung PPh 21 yang tepat.

        Melihat kompleksitasnya, tidak heran jika HR dan payroll sering kali ragu dalam menentukan opsi mana yang benar, apalagi mengingat setiap kasus pegawai bisa berbeda. Jika salah memilih kategori, konsekuensinya bisa memengaruhi besaran potongan pajak maupun rekonsiliasi akhir tahun. Tentu ini bisa berdampak pada kepatuhan perusahaan maupun kenyamanan pegawai yang menerima bukti potong.

        Menurut saya, pemahaman mengenai status subjektif pajak pegawai adalah kunci. Banyak yang langsung fokus ke tanggal masuk atau berhenti bekerja, padahal inti dari aturan ini adalah soal kapan kewajiban pajak subjektif mulai dan berakhir. Tanpa memahami konteks tersebut, memilih antara disetahunkan dan tidak akan menjadi tantangan tersendiri.

        Saya penasaran, bagaimana pengalaman rekan-rekan di sini?
        Apakah tim HR atau payroll di perusahaan Anda masih sering bingung menentukan apakah penghitungan perlu disetahunkan atau tidak? Bagian mana yang menurut Anda paling sulit dalam implementasi BPA1 berdasarkan aturan baru ini?

        Yuk berbagi pengalaman—supaya proses pelaporan pajak akhir tahun jadi lebih mulus untuk semua!

    Viewing 0 reply threads
    • You must be logged in to reply to this topic.
    Image

    Bergabung & berbagi bersama kami

    Terhubung dan dapatkan berbagai insight dari pengusaha serta pekerja mandiri untuk perluas jaringan bisnis Anda!