- This topic has 24 replies, 3 voices, and was last updated 1 week, 2 days ago by
Amilia Desi Marthasari.
Pemimpin yang Jarang Ada
September 19, 2025 at 4:40 pm-
-
Up::1
Kalau kamu punya atasan yang berani ngaku salah atau dengan jujur bilang, “Aku nggak tahu,” percayalah kamu lagi beruntung banget. Karena nggak semua pemimpin punya keberanian buat tampil apa adanya di depan timnya.
Banyak bos merasa harus selalu benar, harus selalu punya jawaban, dan nggak boleh kelihatan lemah. Padahal, kepemimpinan sejati itu bukan tentang kesempurnaan. Kepemimpinan sejati ada pada kejujuran, kerendahan hati, dan kemauan untuk berkembang.
Coba bayangin beberapa situasi ini:
- Seorang bos yang habis ambil keputusan salah lalu ngumpulin tim dan ngomong: “Itu salahku. Mari kita pelajari supaya nggak kejadian lagi.” Dia nggak nyalahin orang lain, tapi justru ambil tanggung jawab. Dari situ, tim jadi makin percaya.
- Seorang bos yang saat ditanya sesuatu, nggak pura-pura tahu. Dia bilang: “Aku juga belum tahu. Yuk kita cari sama-sama.” Kalimat sederhana itu bikin suasana jadi kolaboratif, bukan penuh ketakutan.
- Seorang bos yang dengan tulus dengerin ide anak muda atau pegawai baru, lalu bilang: “Ide kamu bagus. Kita coba pakai cara kamu.” Itu bentuk respek yang nyata.
Kalau pemimpin punya kerendahan hati seperti itu, otomatis budaya kerja di organisasi ikut kebawa. Orang-orang merasa aman buat ngomong, kasih ide, bahkan ngaku salah, tanpa takut dimarahi atau dihakimi. Suasana kerja pun bergeser dari penuh ego jadi penuh pembelajaran.
Contoh kecilnya, bayangin kamu kerja di tim proyek. Saat rencana awal gagal, bos kamu bukan nyalahin anggota tim, tapi dia bilang: “Aku salah hitung risiko. Kita revisi bareng-bareng ya.” Otomatis, semua orang jadi semangat bantu nyari solusi, bukan malah saling lempar kesalahan.
Jadi kalau kamu punya bos seperti itu, jangan anggap biasa aja. Hargai, syukuri, dan nikmati proses belajar bareng mereka. Karena kepemimpinan yang berakar pada kejujuran dan kerendahan hati itu langka banget. Dan kalau kamu ada di bawah bimbingan seperti itu, percaya deh kamu termasuk orang yang benar-benar beruntung.
Jadi kalau kamu punya bos seperti itu, jangan anggap biasa aja. Hargai, syukuri, dan nikmati proses belajar bareng mereka. Karena kepemimpinan yang berakar pada kejujuran dan kerendahan hati itu langka banget. Dan kalau kamu ada di bawah bimbingan seperti itu, percaya deh kamu termasuk orang yang benar-benar beruntung.
Menurut kamu, sikap apa sih dari seorang pemimpin yang paling bikin nyaman kerja bareng mereka? Atau ada pengalaman pribadi tentang pemimpin yang rendah hati? Yuk share di kolom komentar!
-
Kalau aku pilih satu sikap yang paling bikin nyaman kerja bareng pemimpin, jawabannya adalah rasa aman yang mereka ciptakan.
Maksudnya, pemimpin yang:
Mau mendengar tanpa buru-buru menghakimi.
Jelas memberi arahan, tapi juga fleksibel kalau tim punya ide lebih baik.
Berani bertanggung jawab ketika ada masalah, bukannya melempar kesalahan ke bawahan.
Menghargai usaha, bukan hanya hasil.
-
Sekali lagi terima kasih atas insight-nya, Kak. Saya jadi semakin terinspirasi untuk lebih sadar akan energi yang saya bawa ke tim, baik sebagai rekan kerja maupun saat diberi kepercayaan memimpin.
-
Lalu, kalau boleh tahu, menurut Kakak bagaimana caranya seorang anggota tim bisa turut menciptakan rasa aman bagi rekan-rekannya, meskipun ia bukan pemimpin formal? Karena kadang kita berada di posisi “bukan siapa-siapa”, tapi tetap ingin menciptakan lingkungan yang suportif.
-
Pertanyaan bagus banget. Rasa aman di tim (sering disebut psychological safety) memang biasanya dibentuk lewat peran pemimpin. Tapi faktanya, setiap orang—bahkan tanpa posisi formal—punya pengaruh yang bisa membuat orang lain merasa dihargai dan didukung.
-
Saya penasaran, Kak Amilia, apakah pengalaman Kakak tentang rasa aman ini didapat dari pemimpin yang Kakak kagumi, atau lebih ke refleksi dari pengalaman pribadi saat menjadi pemimpin sendiri? Saya rasa, sudut pandang itu akan sangat memperkaya pembaca lain juga, terutama mereka yang sedang belajar memimpin.
-
Yang paling menyentuh buat saya adalah bagian terakhir: menghargai usaha, bukan hanya hasil. Di dunia kerja yang makin berorientasi pada target, kadang proses dan perjuangan tim luput diapresiasi. Padahal, apresiasi terhadap proses itu yang sering menjadi bahan bakar semangat.
-
Lalu tentang keberanian bertanggung jawab, itu kualitas yang, jujur saja, sangat langka. Tidak semua orang berani berdiri di depan ketika hal-hal tidak berjalan sesuai rencana. Tapi pemimpin yang mau melakukan itu akan mendapat respek jangka panjang dari timnya, karena menunjukkan integritas.
-
Saya juga setuju bahwa arahan yang jelas adalah keharusan, tapi fleksibilitas adalah kualitas yang bikin pemimpin jadi luar biasa. Karena situasi di lapangan seringkali berkembang, kadang ide dari tim bisa jadi lebih relevan dari rencana awal. Pemimpin yang membuka ruang diskusi biasanya justru memperkuat rasa kepemilikan dalam tim.
-
Poin pertama soal mau mendengar tanpa buru-buru menghakimi benar-benar saya garis bawahi. Rasanya, itu fondasi penting yang membedakan pemimpin dengan atasan biasa. Ketika seseorang merasa didengar, ia akan lebih percaya diri menyampaikan ide atau bahkan kesalahan, tanpa rasa takut. Dan dari situ justru muncul kolaborasi yang sehat.
-
Terima kasih banyak, Kak Amilia, sudah membagikan pemikiran yang sangat bermakna soal kepemimpinan. Tulisan Kakak singkat, tapi penuh makna—langsung mengena ke hal yang paling mendasar tapi sering terlupakan: rasa aman dalam bekerja.
-
-
Dengan sikap kayak gitu, orang di tim merasa:
Nggak takut salah → jadi berani coba hal baru.
Nggak perlu pura-pura kuat → bisa jujur kalau butuh bantuan.
Nggak merasa sendirian → karena ada pemimpin yang benar-benar hadir.
Jadi, intinya bukan soal pemimpin yang selalu “paling pintar”, tapi yang bisa bikin tim merasa aman, dihargai, dan dipercaya. Dari situ, kinerja biasanya malah naik dengan sendirinya.
-
Kak Lia, tulisan ini benar-benar membuka perspektif baru tentang arti kepemimpinan yang sejati. Saya setuju banget kalau pemimpin yang rendah hati dan jujur bisa menciptakan suasana kerja yang lebih sehat dan produktif. Dalam banyak kesempatan, pemimpin yang merasa harus selalu benar malah menambah ketegangan dan rasa takut di dalam tim. Padahal, justru dengan mengakui kesalahan dan memberikan ruang untuk belajar bersama, kita bisa merasa lebih aman dan lebih termotivasi.
-
Saya juga sangat setuju dengan contoh situasi yang Kak Lia berikan, di mana seorang pemimpin mengakui kesalahannya dan mengajak tim untuk bersama-sama mencari solusi. Itu benar-benar menunjukkan bahwa pemimpin yang baik bukan hanya soal posisi, tapi lebih kepada bagaimana mereka berinteraksi dengan tim dan menunjukkan keteladanan.
-
Menariknya, sikap ini juga bisa ditiru meski kita bukan pemimpin formal. Misalnya:
Kalau kita salah hitung data, kita bisa bilang “Ternyata aku keliru di sini, maaf ya. Ada yang bisa bantu kita cek lagi bareng?”
Kalau terlambat menyelesaikan bagian kerja, kita bisa jujur: “Aku kurang perhitungkan waktunya. Next time aku bakal adjust lebih baik. Ada saran dari kalian?”
Dengan begitu, kita juga ikut melatih budaya kerendahan hati dan kolaborasi dalam tim.
-
-
Saya juga sangat setuju dengan contoh situasi yang Kak Lia berikan, di mana seorang pemimpin mengakui kesalahannya dan mengajak tim untuk bersama-sama mencari solusi. Itu benar-benar menunjukkan bahwa pemimpin yang baik bukan hanya soal posisi, tapi lebih kepada bagaimana mereka berinteraksi dengan tim dan menunjukkan keteladanan. Mengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itu bisa memperkuat kepercayaan dan kedekatan antara pemimpin dan tim.
-
Namun, ada satu hal yang saya ingin tanyakan lebih lanjut. Di dunia kerja yang serba cepat dan penuh tekanan, bagaimana caranya agar seorang pemimpin bisa tetap rendah hati tanpa merasa kehilangan otoritas? Banyak orang yang merasa bahwa jika mereka terlalu terbuka atau mengakui ketidaktahuan, itu bisa menurunkan wibawa mereka di mata tim. Mereka khawatir jika terlalu sering mengatakan “saya tidak tahu” atau “saya salah”, maka tim akan mulai meragukan kemampuan mereka. Menurut Kak Lia, bagaimana caranya seorang pemimpin bisa tetap menjaga keseimbangan antara kerendahan hati dan kewibawaan yang dibutuhkan dalam situasi tertentu?
-
Ini pertanyaan yang dalam banget. Banyak orang mengira kerendahan hati (humility) dan kewibawaan (authority) itu bertolak belakang. Padahal, pemimpin yang efektif justru bisa memadukan keduanya: rendah hati tanpa kehilangan wibawa, tegas tanpa jadi arogan.
-
-
Dalam pengalaman saya, kadang-kadang ada juga ketakutan di kalangan tim untuk berbicara terbuka, terutama jika mereka merasa ide-ide mereka tidak akan diterima atau dipertimbangkan dengan serius oleh pemimpin. Padahal, seperti yang Kak Lia katakan, lingkungan yang terbuka dan kolaboratif itu sangat penting untuk menciptakan budaya kerja yang sehat. Saya merasa sangat beruntung pernah bekerja dengan seorang pemimpin yang selalu memberikan ruang bagi setiap anggota tim untuk menyampaikan pendapat, bahkan jika pendapat tersebut berbeda dari apa yang ia pikirkan. Dengan sikap tersebut, saya merasa dihargai dan lebih termotivasi untuk berkontribusi lebih.
-
Salah satu pengalaman pribadi saya adalah ketika tim kami gagal dalam mencapai target sebuah proyek besar. Pemimpin saya waktu itu tidak menyalahkan siapapun, bahkan tidak mengalihkan kesalahan pada keadaan eksternal atau keputusan yang diambil tim lain. Sebaliknya, beliau mengajak kami semua untuk duduk bersama, mengevaluasi apa yang salah, dan bagaimana kita bisa memperbaiki langkah-langkah berikutnya. Beliau mengatakan, “Ini adalah tanggung jawab kita bersama, mari kita belajar dari kesalahan ini.” Kalimat itu mengubah suasana yang tadinya penuh dengan rasa cemas menjadi suasana yang penuh dengan semangat untuk memperbaiki diri dan mencoba lagi.
-
Selain itu, saya merasa bahwa dalam dunia yang serba cepat seperti sekarang, di mana semuanya harus selesai dengan cepat dan tepat, penting bagi pemimpin untuk menunjukkan ketegasan ketika dibutuhkan. Namun, ketegasan tersebut harus diimbangi dengan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Saya merasa kepemimpinan yang baik bukan hanya soal bagaimana seorang pemimpin bisa mengambil keputusan dengan cepat, tapi juga bagaimana mereka bisa melibatkan tim dalam proses pengambilan keputusan itu. Hal ini akan membuat semua orang merasa lebih bertanggung jawab terhadap hasil akhirnya.
-
Kak Lia, saya juga penasaran apakah Kak Lia pernah mendengar cerita tentang seorang pemimpin yang sukses mengelola timnya dengan cara yang sangat kolaboratif dan rendah hati, namun tetap bisa memimpin dengan tegas saat dibutuhkan? Saya rasa ini akan menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut, karena bisa jadi contoh konkret yang berguna bagi kita semua. Bagaimana seorang pemimpin bisa tetap menjaga keseimbangan antara menjadi teman yang dekat dengan tim dan tetap memiliki wibawa untuk mengambil keputusan penting yang mempengaruhi jalannya organisasi?
-
Terimakasih Albert atas pertanyaannya, ini sudah aku buatkan ya untuk menjawab pertanyaan kamu https://community.mekari.com/forums/topic/wibawa-tanpa-otoriter-menguak-pemimpin-kolaboratif-yang-tegas/
-
-
Terakhir, saya ingin menambahkan bahwa kepemimpinan yang berbasis pada kejujuran dan kerendahan hati memang sangat langka, seperti yang Kak Lia katakan. Banyak pemimpin yang mungkin merasa tertekan dengan ekspektasi untuk selalu tahu jawabannya atau tampil sempurna di depan tim. Padahal, menjadi pemimpin yang baik justru membutuhkan kerendahan hati untuk belajar dari kesalahan dan menerima masukan dari orang lain. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mau tumbuh bersama timnya, bukan hanya mengarahkan tim tanpa mau beradaptasi dengan perubahan.
-
Setuju banget dengan pernyataanmu. Pemimpin yang baik memang bukan hanya “memberi arah dari atas,” tapi juga hadir sebagai bagian dari tim yang terus belajar dan tumbuh bersama.
Kalau dipikir, dunia kerja itu dinamis ada perubahan teknologi, cara kerja, bahkan ekspektasi generasi baru. Kalau pemimpin keras kepala hanya memaksakan cara lama tanpa mau beradaptasi, tim bisa kehilangan semangat.
-
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1 Albert YosuaPoints: 36
- #2 LiaPoints: 36
- #3 Amilia Desi MarthasariPoints: 26
- #4 Vitri WulandariPoints: 22
- #5 Yadi SuryadiPoints: 22
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General