- This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 1 day, 4 hours ago by
Faradila Utami.
Viral Belum Tentu Sustain
May 7, 2025 at 9:51 am-
-
0 replies
9 views
Up::0Di era digital saat ini, kata “viral” menjadi semacam mantra yang banyak dikejar oleh pelaku bisnis, pemilik brand, hingga individu kreatif. Siapa yang tidak tergiur dengan eksposur instan, ledakan traffic, hingga peningkatan followers hanya dalam hitungan jam? Dalam banyak kasus, viralitas dianggap sebagai solusi jitu untuk meningkatkan awareness dan mendatangkan leads. Namun, pertanyaan penting yang kerap terlewatkan adalah: apakah viral bisa sustain? Apakah strategi yang berfokus pada viralitas semata mampu menghasilkan konversi yang berkualitas dan berdampak jangka panjang?
**Viral: Strategi Cepat tapi Sementara**
Menjadi viral bisa memberikan efek luar biasa. Sebuah produk yang sebelumnya tidak dikenal bisa langsung habis terjual. Jasa yang belum banyak dilirik bisa dibanjiri permintaan dalam semalam. Namun, strategi ini lebih sering bersifat jangka pendek. Viralitas, seperti namanya, menyebar cepat namun juga cepat mereda. Jika tidak ditopang oleh fondasi bisnis yang kuat, perhatian publik bisa hilang secepat datangnya.
Viral hanya akan membawa orang untuk ‘melihat’, bukan selalu ‘membeli’. Banyak brand yang viral tapi akhirnya tidak mampu mengelola ekspektasi konsumen. Produk tidak siap menghadapi lonjakan permintaan, layanan tidak bisa memenuhi kualitas yang diharapkan, atau sistem operasional kacau karena tidak mampu menangani traffic besar.
**Kualitas Konversi Lebih Penting dari Kuantitas Traffic**
Traffic yang tinggi memang menggembirakan, tetapi pertanyaannya: berapa banyak dari traffic tersebut yang benar-benar menjadi pembeli atau pengguna loyal? Konversi yang berkualitas adalah mereka yang membeli karena butuh, bukan karena ikut-ikutan. Mereka yang merasa terbantu oleh produk atau layanan, bukan sekadar penasaran karena melihatnya di FYP atau trending.
Strategi viral sering kali melupakan pentingnya membangun relasi jangka panjang dengan konsumen. Padahal, dalam dunia bisnis, loyalitas dan repeat order jauh lebih bernilai daripada kunjungan sesaat yang tidak menghasilkan apa-apa.
**Solusi dan Value yang Nyata Lebih Tahan Lama**
Strategi yang lebih sustain adalah ketika produk atau jasa kita benar-benar menjadi solusi dari permasalahan konsumen. Ketika orang merasa hidupnya lebih mudah, lebih nyaman, atau bahkan lebih baik setelah menggunakan produk atau layanan kita, di situlah terbentuk value sejati.
Lebih dari itu, jika produk atau jasa mampu mengubah kebiasaan atau behavior konsumen, maka potensi untuk sustain menjadi lebih besar. Misalnya, aplikasi ride-hailing tidak hanya memudahkan transportasi, tapi juga mengubah cara orang bepergian. Marketplace online bukan hanya memfasilitasi belanja, tapi mengubah pola konsumsi masyarakat. Inovasi yang menyentuh behavior ini tidak membutuhkan viralitas setiap saat, karena mereka sudah menjadi bagian dari keseharian pengguna.
**Word of Mouth: Kekuatan Tak Terlihat Tapi Berdampak Besar**
Salah satu strategi paling sustain dan powerful adalah word of mouth (WOM). Ketika konsumen merasa puas, mereka akan merekomendasikan secara sukarela. Mereka menjadi agen promosi alami yang justru lebih dipercaya oleh orang lain. Bahkan, survei menunjukkan bahwa konsumen lebih mempercayai rekomendasi dari teman atau keluarga dibandingkan iklan.
Namun, WOM tidak muncul begitu saja. Ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu konsistensi. Konsistensi dalam kualitas produk, kemudahan akses, kecepatan layanan, serta kejelasan komunikasi. Semua ini membentuk pengalaman positif yang kemudian diingat dan dibagikan.
Sayangnya, banyak bisnis hanya fokus pada bagaimana menjadi viral, bukan pada bagaimana menjaga kualitas setelah viral. Padahal, viralitas bisa menjadi sia-sia jika orang yang datang justru kecewa dan tidak kembali.
**Viral Bukan Tujuan, Tapi Bisa Jadi Pelengkap**
Apakah salah jika sebuah bisnis menargetkan viral? Tentu tidak. Viral bisa menjadi alat bantu untuk menjangkau lebih banyak orang dengan cepat. Tapi viral seharusnya bukan tujuan utama. Ia hanyalah bagian kecil dari strategi pemasaran yang lebih besar dan menyeluruh.
Yang jauh lebih penting adalah bagaimana bisnis mampu menjaga pengalaman konsumen secara konsisten. Bagaimana brand bisa menjawab kebutuhan dan harapan pasar dengan tepat. Bagaimana membangun relasi jangka panjang yang saling menguntungkan.
Viral bisa membuka pintu, tapi yang menentukan apakah konsumen masuk dan tinggal adalah nilai dan pengalaman yang mereka rasakan.
**Akhir Kata: Fokus pada Value, Bukan Hanya Sensasi**
Dalam dunia yang penuh distraksi ini, menjadi viral memang menggoda. Tapi jangan lupa: bisnis sejati dibangun dari kepercayaan, kualitas, dan konsistensi. Viral bisa menarik perhatian, tapi hanya value yang bisa mempertahankannya.
**Apakah kalian termasuk yang suka terjebak dengan konten atau produk viral? Atau justru lebih percaya pada rekomendasi orang-orang terdekat? Dan kalau kamu seorang pemasar, menurutmu strategi mana yang paling bisa membangun bisnis dalam jangka panjang?**
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1 WIDDY FERDIANSYAHPoints: 463
- #2 Linda ElianaPoints: 122
- #3 Faradila UtamiPoints: 98
- #4 Paramita AnjelinaPoints: 87
- #5 LiaPoints: 60
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- Valentine Edition: Ungkapkan Cintamu untuk Karier & Perusahaanmu6 February 2025 | General
- Mekari Community Recap 20239 January 2024 | Mekari Update
- Cerita Bagaimana Akhirnya Saya Memilih Jurnal.id31 July 2024 | Finance & Tax