Home / Topics / Finance & Tax / WP Kaya Cenderung Tak Patuh, Bagaimana Solusinya?
- This topic has 3 replies, 2 voices, and was last updated 3 days, 21 hours ago by
Lia.
WP Kaya Cenderung Tak Patuh, Bagaimana Solusinya?
June 22, 2025 at 6:34 pm-
-
3 replies
17 views
Up::0Kepatuhan pajak selalu menjadi topik penting dalam setiap pembicaraan mengenai sistem perpajakan suatu negara, terutama dalam hal pengawasan terhadap Wajib Pajak (WP) kaya atau High Wealth Individuals (HWI). Dalam konteks ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia telah menempatkan perhatian khusus terhadap kewajiban pajak dari kalangan HWI, yang kerap kali ditemukan memiliki kemampuan untuk menyusun strategi penghindaran pajak melalui beragam modus operandi yang sulit terdeteksi.
Mengapa HWI Cenderung Tak Patuh?
HWI memiliki kemampuan luar biasa dalam melakukan tax planning atau perencanaan pajak yang canggih, baik itu dengan menggunakan jasa konsultan pajak ataupun dengan melakukannya secara mandiri. Salah satu metode yang umum dilakukan oleh kalangan ini adalah dengan melakukan transaksi lintas negara, seperti memindahkan aset ke luar negeri atau mengambil utang dari pihak afiliasi internasional, yang sering kali tidak terpantau oleh otoritas pajak domestik.
Berdasarkan penjelasan dari Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, DJP telah melakukan pemetaan terhadap modus-modus yang digunakan oleh HWI ini. Namun, masalahnya adalah bahwa banyak dari tindakan ini terjadi dalam skala global, yang membuat pengawasan pajak domestik menjadi jauh lebih kompleks dan memerlukan kerjasama internasional.
Solusi: Data dan Kerjasama Internasional
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh DJP adalah memanfaatkan teknologi dan kerjasama internasional dalam memperoleh data yang lebih akurat mengenai harta dan penghasilan yang dimiliki oleh HWI. Salah satu instrumen yang sangat efektif adalah Automatic Exchange of Information (AEOI), yaitu mekanisme yang memungkinkan tukar-menukar data pajak antar negara yang telah menjalin kesepakatan.
AEOI memungkinkan DJP untuk membandingkan informasi yang diberikan oleh wajib pajak dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dengan data yang diterima dari negara mitra. Melalui cara ini, DJP telah berhasil menemukan ketidaksesuaian data dan meningkatkan penerimaan pajak, meskipun tidak bisa diungkap secara rinci mengenai individu yang terlibat.
Menurut Bawono Kristiaji, Direktur DDTC Fiscal Research and Advisory, sebelum adanya AEOI, sekitar 90% dari offshore wealth atau kekayaan yang ditempatkan di luar negeri oleh HWI tidak dilaporkan dalam SPT. Namun, berkat AEOI, angka ini diperkirakan menurun signifikan menjadi hanya 37%. Hal ini menunjukkan bahwa AEOI cukup efektif dalam memaksa HWI untuk lebih transparan dalam melaporkan harta dan penghasilan mereka.
Namun, walaupun AEOI sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kepatuhan, bukan berarti semua masalah pajak atas HWI dapat terselesaikan begitu saja. Kendala utama yang masih dihadapi adalah ketimpangan ekonomi dan ketidakstabilan politik di beberapa negara, yang seringkali membuat pengawasan pajak menjadi tidak maksimal, terutama di negara-negara dengan oligarki yang kuat, seperti di beberapa negara Amerika Latin.
Kebijakan Pajak yang Perlu Diperbaiki di Indonesia
Berdasarkan penuturan Bawono Kristiaji, masalah utama dalam memajaki HWI di Indonesia terletak pada penghasilan pasif mereka. Sebagian besar HWI memperoleh penghasilan pasif, seperti dari dividen atau bunga, yang sudah dikenakan PPh final (pajak penghasilan yang bersifat final). Sistem pajak Indonesia saat ini dinilai belum mampu memaksimalkan penerimaan pajak dari penghasilan pasif ini.
Sebagai contoh, semakin kaya seseorang, semakin banyak sumber penghasilannya yang bersifat pasif. Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk menghindari pajak karena penghasilan tersebut sudah dikenakan pajak final yang tidak terlalu signifikan. Oleh karena itu, Bawono mengusulkan perlunya perbaikan dalam kebijakan pajak Indonesia, khususnya terkait pemajakan atas penghasilan pasif HWI.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan mengadopsi kebijakan cooperative compliance, yang telah terbukti efektif di beberapa negara. Di bawah kebijakan ini, otoritas pajak dan wajib pajak bekerja sama secara transparan untuk memastikan kewajiban pajak dipenuhi dengan benar. Ini bukan hanya tentang penerapan sanksi yang lebih ketat, tetapi juga membangun hubungan yang lebih baik antara pihak otoritas pajak dan wajib pajak.
Kesimpulan
Peningkatan kepatuhan pajak dari HWI merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh sistem perpajakan Indonesia. Walaupun sudah ada berbagai upaya yang dilakukan, seperti penggunaan AEOI dan pemetaan modus penghindaran pajak, masih banyak yang harus diperbaiki, terutama dalam hal kebijakan pajak yang terkait dengan penghasilan pasif. Untuk itu, penerapan kebijakan yang lebih adil dan tepat sasaran, serta kerjasama internasional yang lebih kuat, menjadi kunci untuk meningkatkan kontribusi HWI terhadap penerimaan pajak Indonesia.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa reformasi sistem pajak, terutama untuk kalangan HWI, sangat diperlukan untuk menciptakan sistem yang lebih transparan, adil, dan efisien. Ke depan, diharapkan ada upaya yang lebih holistik dari pemerintah untuk memperbaiki celah-celah yang masih ada dalam sistem pemajakan Indonesia.
-
Masalah utamanya bukan sekadar kurangnya data, tapi celah kebijakan yang justru memudahkan HWI lolos dari beban pajak yang proporsional.
Selama penghasilan pasif tetap dipajaki final dan rendah, keadilan pajak akan sulit tercapai.
AEOI memang membantu, tapi tanpa reformasi kebijakan dalam negeri, efeknya tetap terbatas. -
setuju bahwa masalah kepatuhan HWI memang tidak hanya soal pengawasan data melalui AEOI, tetapi lebih pada reformasi kebijakan pajak dalam negeri—khususnya soal penghasilan pasif yang selama ini dipajaki dengan tarif final yang relatif rendah.
Penerapan cooperative compliance menjadi solusi yang menarik karena mengedepankan transparansi dan kerja sama, bukan sekadar penegakan hukum. Namun, untuk mencapai itu, dibutuhkan juga perubahan mindset dari kedua belah pihak, baik otoritas pajak maupun wajib pajak.
Pertanyaan untuk diskusi:
Menurut teman-teman, langkah konkret apa yang paling efektif untuk mendorong reformasi kebijakan pajak yang adil bagi HWI, terutama terkait penghasilan pasif? Apakah insentif tertentu atau mekanisme perpajakan progresif yang lebih ketat bisa jadi jalan keluar? Dan bagaimana peran masyarakat dalam mendukung reformasi ini?
-
Setuju, Albert. Cooperative compliance memang promising, apalagi kalau tujuannya bukan cuma kepatuhan formal, tapi membangun trust dua arah.
Terkait reformasi kebijakan, mungkin sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh atas skema pajak final untuk penghasilan pasif. Misalnya, dividen, bunga, atau capital gain tapi kalau tetap diberi tarif rendah tanpa memperhitungkan total kapasitas ekonomi HWI, rasanya keadilan vertikal sulit dicapai.
Insentif mungkin tetap perlu, tapi harus berbasis perilaku ya misalnya insentif bagi HWI yang ikut program pelaporan terbuka atau deklarasi aset sukarela dengan pengawasan lanjutan.
Poin menarik soal peran masyarakat juga. Transparansi publik soal siapa yang dapat perlakuan pajak khusus, plus akses informasi yang mudah dipahami, bisa dorong tekanan sosial untuk reformasi yang lebih adil.
Menurut teman-teman lain, apakah reformasi ini realistis secara politik dan administrasi? Atau justru terlalu berat tanpa tekanan internasional?
-
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- Valentine Edition: Ungkapkan Cintamu untuk Karier & Perusahaanmu6 February 2025 | General
- Mekari Community Recap 20239 January 2024 | Mekari Update
- Cerita Bagaimana Akhirnya Saya Memilih Jurnal.id31 July 2024 | Finance & Tax