::
Halo, teman-teman Fintax! Apa kabar? Semoga semua sehat dan sukses terus, ya. 😎 Kali ini, aku ingin ngobrol tentang target penerimaan pajak 2026 yang baru saja diusulkan oleh pemerintah, terutama oleh Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu. Kalau kita lihat angkanya, memang cukup besar, yaitu Rp2.357,68 triliun, yang berarti ada kenaikan 13,52% dibandingkan tahun sebelumnya. 🤑✨
Yang jadi pertanyaan, apakah target pajak ini realistis atau justru bisa jadi beban bagi sektor-sektor ekonomi yang sedang berusaha bangkit pasca-pandemi? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Menurut Anggito, target penerimaan pajak ini sudah dipertimbangkan dengan matang, lho. Dasar penetapannya melibatkan beberapa faktor penting, seperti pertumbuhan ekonomi nominal yang diprediksi sekitar 5,4% dan inflasi sekitar 2,5%. Gabungan dari kedua faktor ini bakal memberikan “natural growth” hampir 8% untuk penerimaan pajak. Dengan kata lain, ini adalah proyeksi yang sudah disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang realistis.
Tapi, tunggu dulu. Selain faktor ekonomi yang dihitung secara cermat, pemerintah juga mengandalkan dua faktor tambahan yang disebut “coretax” dan “joint program.” Coretax ini adalah sistem yang digunakan untuk memetakan tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) berdasarkan klasifikasi tertentu. Nah, ini bisa meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak, karena pemerintah tahu siapa saja yang bisa didorong untuk lebih patuh.
Selain itu, ada juga program kerjasama antara unit eselon I Kemenkeu yang melibatkan penggunaan big data, transaksi digital, dan pengelolaan sumber daya alam. Semua program ini diharapkan bisa meningkatkan tax buoyancy hingga mencapai 1,6. Apa sih itu? Sederhananya, tax buoyancy adalah ukuran untuk melihat sejauh mana penerimaan pajak dapat tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan PDB. Kalau angkanya lebih dari 1, itu artinya pertumbuhan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi secara keseluruhan. 🎯
Yang menarik, target penerimaan pajak untuk tahun 2026 ini meliputi dua komponen besar: pajak yang diperkirakan mencapai Rp2.357,7 triliun dan penerimaan kepabeanan serta cukai yang sekitar Rp334,3 triliun. Dengan total target sebesar Rp2.692 triliun, pemerintah berharap dapat meningkatkan tax ratio dari 10,03% di 2025 menjadi 10,47% di 2026. Peningkatan tax ratio ini menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa pajak bisa berfungsi sebagai motor penggerak pembangunan.
Namun, meskipun angka-angka yang diusulkan terlihat ambisius, ada beberapa pertanyaan yang mungkin muncul. Apakah sektor-sektor usaha yang belum pulih sepenuhnya bisa memberikan kontribusi pajak yang maksimal? Apakah penerapan teknologi dan data bisa memberikan dampak signifikan terhadap kepatuhan pajak? 🤨
Menurutku, semua ini tergantung bagaimana implementasinya nanti. Kalau pemerintah bisa memanfaatkan teknologi dengan maksimal dan melakukan kolaborasi antara berbagai pihak, bukan nggak mungkin target ini bisa tercapai. Tapi kalau terlalu fokus pada peningkatan jumlah tanpa memperhatikan kondisi dunia usaha dan masyarakat, bisa jadi ini justru akan menjadi beban yang berat.
Kira-kira, menurut kalian gimana? Apakah pemerintah terlalu optimistis atau ini memang strategi yang realistis dengan mempertimbangkan potensi yang ada? Jangan lupa share pendapat kalian, ya! Biar diskusinya makin seru! 💬👀