Home / Topics / Finance & Tax / Kasus Faktur Pajak Fiktif Rp 10,6 Miliar, Tiga Tersangka Diserahkan Ke Kejaksaan
- This topic has 4 replies, 2 voices, and was last updated 2 weeks, 3 days ago by
Lia.
Kasus Faktur Pajak Fiktif Rp 10,6 Miliar, Tiga Tersangka Diserahkan Ke Kejaksaan
November 20, 2025 at 10:25 am-
-
Up::0
Kasus penyerahan tiga tersangka pemalsuan faktur pajak fiktif oleh Kanwil DJP Jakarta Barat kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat kembali menjadi pengingat bahwa praktik penyalahgunaan faktur masih menjadi salah satu tantangan besar dalam sistem perpajakan Indonesia. Dengan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 10,6 miliar, kasus ini tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga merusak ekosistem kepatuhan dan kepercayaan wajib pajak yang selama ini berusaha patuh.
Dalam kasus ini, tiga orang — AFW, AH, dan calon tersangka FJ — diduga melakukan tindak pidana perpajakan melalui PT FNB. Mereka ditengarai telah menerbitkan dan menggunakan faktur pajak fiktif, serta menyampaikan SPT yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Tindakan tersebut dilakukan selama periode Januari hingga Oktober 2022, menunjukkan bahwa skema kecurangan ini bukan tindakan sesaat, tetapi proses sistematis yang berlangsung hampir satu tahun.
Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, menegaskan bahwa penyerahan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap pada 13 November 2025. Tahap ini merupakan langkah penting dalam proses penegakan hukum, sekaligus menunjukkan komitmen DJP dalam menindak pelanggaran pidana perpajakan yang memiliki dampak langsung terhadap penerimaan negara.
Melihat konstruksi hukumnya, para tersangka dijerat dengan Pasal 39A huruf a, Pasal 39 ayat (1) huruf d, serta Pasal 43 ayat (1) UU KUP sebagaimana telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Pasal-pasal ini pada dasarnya mengatur sanksi berat bagi setiap pihak yang sengaja menerbitkan atau menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, serta menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Jika ditelaah lebih dalam, kasus seperti ini bukan hanya persoalan kriminalitas fiskal, tetapi juga berdampak pada rantai transaksi pihak lain yang mungkin ikut dirugikan tanpa mengetahui bahwa mereka terlibat dalam skema fiktif. Faktur pajak fiktif kerap digunakan untuk memanipulasi PPN Masukan dan keluaran, sehingga merusak fair-play dalam bisnis dan menciptakan ketidakadilan bagi pelaku usaha yang patuh.
Penegakan hukum seperti ini penting untuk memberikan efek jera, namun di sisi lain juga perlu dibarengi edukasi dan pengawasan sistem yang lebih kuat. Apalagi sekarang DJP sudah memiliki ekosistem administrasi berbasis teknologi, seperti e-Faktur 3.0 dan sistem monitoring perpajakan yang terus diperbarui. Dengan dukungan data yang semakin terintegrasi, praktik seperti ini diharapkan semakin sulit dilakukan.
Namun demikian, satu hal yang masih menjadi perhatian adalah bagaimana DJP memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi korban atau pihak ketiga yang tidak terlibat secara langsung tetap mendapatkan perlindungan hukum. Pasalnya, dalam beberapa kasus, faktur pajak fiktif dapat masuk ke rantai transaksi tanpa disadari pihak lain.
Menurut rekan-rekan di Fintax Community, apa langkah preventif paling efektif bagi pelaku usaha agar tidak terjebak dalam transaksi yang berpotensi melibatkan faktur pajak fiktif? Dan bagaimana pandangan teman-teman mengenai peran teknologi dalam meminimalkan fraud perpajakan di masa mendatang?
-
Tulisan yang sangat informatif, terutama mengenai urgensi penegakan hukum atas faktur pajak fiktif. Kasus ini memang kembali mengingatkan kita bahwa compliance bukan sekadar kewajiban, tapi fondasi kepercayaan dalam ekosistem perpajakan. Semoga proses hukum berjalan tuntas dan memberi dampak positif bagi peningkatan kepatuhan ke depan.
-
Saya setuju bahwa aspek edukasi dan penguatan sistem sangat penting. Teknologi seperti e-Faktur 3.0 memang membantu, tapi literasi pelaku usaha tetap harus ditingkatkan agar tidak mudah terjebak skema fiktif. Sinergi antara pengawasan, edukasi, dan ketegasan penegakan hukum akan membuat ruang manipulasi makin sempit.
-
Poin tentang perlindungan bagi pihak ketiga yang tidak tahu-menahu sangat menarik. Banyak pelaku usaha yang sebenarnya taat, tapi bisa terdampak karena jaringan transaksi yang kompleks. Mungkin ke depan perlu ada mekanisme early warning atau verifikasi otomatis agar potensi risiko bisa terdeteksi lebih cepat.
-
Peran teknologi menurut saya akan semakin dominan. Integrasi data, cross-check otomatis, dan analitik berbasis perilaku transaksi bisa jadi kunci meminimalkan fraud perpajakan. Dengan ekosistem digital yang semakin matang, manipulasi semacam ini semoga semakin sulit dan mudah terdeteksi sejak awal.
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1 Edi GunawanPoints: 67
- #2 Agus DjulijantoPoints: 62
- #3
Amilia Desi MarthasariPoints: 40 - #4 Debbie Christie Ginting / Finance Team LeadPoints: 39
- #5 Deni DermawanPoints: 30
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General