Apakah anda mencari sesuatu?

Menutup Celah Pajak di Indonesia: Tantangan Regulasi dan Peran Coretax Baru

November 24, 2025 at 6:24 am
image
    • Lia
      Participant
      GamiPress Thumbnail
      Image 0 replies
      View Icon 3  views
        Up
        0
        ::

        <p style=”text-align: left;”>Sistem perpajakan Indonesia terus mengalami transformasi, bukan hanya dari sisi regulasi tetapi juga dari sisi teknologi administrasi. Meski berbagai aturan telah diperbarui dan proses digitalisasi semakin matang, celah peraturan pajak masih menjadi isu penting yang memengaruhi kepatuhan, penerimaan negara, dan keadilan bagi wajib pajak yang taat. Celah ini muncul karena perpaduan antara kompleksitas regulasi, perubahan ekonomi yang cepat, serta kemampuan pihak tertentu dalam memanfaatkan kekurangan sistem yang sebelumnya belum terintegrasi.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Secara historis, salah satu penyebab terbesar terjadinya celah adalah ketidaksinkronan antar-regulasi. Ketentuan perpajakan terdiri dari UU, PP, PMK, hingga Perdirjen, yang masing-masing dapat memiliki sudut pandang berbeda. Ketika sebuah aturan diperbaiki untuk menutup celah tertentu, sering kali muncul celah baru yang belum terjamah. Contohnya, meski dokumentasi transfer pricing diperkuat, masih ada ruang bagi perusahaan melakukan pengalihan laba melalui struktur grup, skema intragroup financing, hingga penggunaan yurisdiksi bertarif rendah.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Celah lain muncul dari administrasi dan pengawasan. Sebelum era integrasi digital, manipulasi faktur, rekayasa transaksi, hingga SPT yang tidak konsisten relatif mudah terjadi karena sistem pengolahan data tersebar, tidak real-time, dan tidak saling terhubung. Inilah yang membuat kasus faktur pajak fiktif marak terjadi, terutama melalui perusahaan boneka atau transaksi tanpa substansi ekonomi yang jelas.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Namun kini, DJP telah memasuki tahap signifikan melalui penerapan Coretax Administration System — sebuah sistem modern yang mengintegrasikan seluruh proses administrasi pajak: mulai dari pendaftaran, pelaporan, pembayaran, pengawasan, hingga penegakan hukum. Kehadiran Coretax mengubah paradigma pengawasan dari berbasis dokumen menjadi berbasis data menyeluruh. Sistem ini menghubungkan e-Faktur, e-Bupot, SPT, data kepabeanan, data sektor keuangan, hingga data pihak ketiga lainnya untuk menciptakan gambaran utuh aktivitas wajib pajak.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Dengan Coretax, celah administratif yang dulu sering terjadi mulai menyempit. Transaksi yang tidak wajar dapat terdeteksi sejak awal melalui risk engine, profil wajib pajak dapat dianalisis secara otomatis, dan ketidaksesuaian data antar-sistem bisa langsung memunculkan notifikasi. Meski demikian, teknologi ini bukan berarti menutup seluruh celah secara sempurna. Peluang penyalahgunaan tetap ada ketika regulasi masih memiliki ruang interpretasi berbeda atau ketika wajib pajak memanfaatkan area abu-abu dalam aturan.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Celah peraturan juga tampak jelas dalam ekonomi digital. Aktivitas lintas batas, aset digital, hingga model bisnis tanpa kehadiran fisik menciptakan tantangan bagi kerangka pemajakan tradisional. Pemerintah memang telah memperkenalkan PPN PMSE dan beberapa mekanisme lain, namun isu seperti pemajakan influencer global, transaksi kripto, dan aktivitas digital asing masih menyisakan ruang yang belum sepenuhnya tercover oleh regulasi.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Di tengah semua perkembangan ini, jelas bahwa menutup celah perpajakan bukan semata soal memperbarui aturan, tetapi memperkuat sinergi antara regulasi, teknologi, dan edukasi. Coretax memberi fondasi pengawasan modern, namun efektivitasnya tetap sangat bergantung pada kepatuhan pelaku usaha dan kemampuan fiskus dalam menafsirkan aturan secara konsisten.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Pada akhirnya, keberhasilan menutup celah perpajakan memerlukan kolaborasi: regulasi yang jelas, sistem teknologi yang kokoh, dan pelaku usaha yang berkomitmen untuk patuh. Dengan kombinasi ini, Indonesia dapat membangun ekosistem perpajakan yang lebih adil dan stabil.</p>
        <p style=”text-align: left;”></p>
        <p style=”text-align: left;”>Bagaimana menurut teman-teman? Apakah Coretax sudah mampu menutup sebagian besar celah yang ada, atau masih ada aspek tertentu yang perlu diperbaiki agar pengawasan semakin efektif? Yuk kita diskusikan bersama.</p>

    Viewing 0 reply threads
    • You must be logged in to reply to this topic.

    Peringkat Top Contributor

    1. #1
      Edi Gunawan
      Points: 67
    2. #2
      Agus Djulijanto
      Points: 62
    3. #3
      Amilia Desi Marthasari
      Points: 40
    4. #4
      Debbie Christie Ginting / Finance Team Lead
      Points: 39
    5. #5
      Deni Dermawan
      Points: 30
    Image

    Bergabung & berbagi bersama kami

    Terhubung dan dapatkan berbagai insight dari pengusaha serta pekerja mandiri untuk perluas jaringan bisnis Anda!