Home / Topics / Finance & Tax / Restitusi Naik 36%, DJP Akui Penerimaan Pajak Tertekan
- This topic has 4 replies, 2 voices, and was last updated 1 day, 10 hours ago by
Lia.
Restitusi Naik 36%, DJP Akui Penerimaan Pajak Tertekan
November 27, 2025 at 4:01 pm-
-
Up::0
Perkembangan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan dinamika menarik dalam kinerja penerimaan negara sepanjang 2025. Hingga Oktober 2025, DJP mencatat lonjakan signifikan pada nilai restitusi yang mencapai Rp 340,52 triliun, atau meningkat 36,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan besar ini ikut menekan posisi penerimaan pajak neto yang tercatat mengalami kontraksi 3,8% year-on-year.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat bersama Komisi XI DPR (24/11) menyampaikan bahwa meskipun penerimaan bruto mulai membaik, tekanan pada penerimaan neto belum teratasi akibat besarnya restitusi yang harus dikembalikan. Menariknya, sumber kenaikan terbesar berasal dari PPh Badan, yang melonjak hampir dua kali lipat dari Rp 53,12 triliun menjadi Rp 93,80 triliun (tumbuh 80%). Sementara itu, restitusi PPN Dalam Negeri turut naik 23,9%, dari Rp 192,72 triliun menjadi Rp 238,86 triliun. Jenis pajak lainnya juga mencatat peningkatan signifikan sebesar 65,7%.
Walaupun terlihat “menggerus” penerimaan negara, Bimo menilai peningkatan restitusi ini justru memiliki efek positif bagi ekonomi. Restitusi dianggap sebagai bentuk transfer likuiditas dari pemerintah ke sektor swasta. Dengan dikembalikannya dana lebih cepat ke wajib pajak, pelaku usaha punya ruang tambahan untuk mendorong ekspansi, menjaga arus kas, dan mempercepat aktivitas ekonomi.
Hingga Oktober 2025, total penerimaan pajak tercatat Rp 1.459 triliun, atau 70,2% dari outlook APBN 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun. Namun angka ini masih lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu pada periode yang sama yakni Rp 1.517,5 triliun. Artinya, pemerintah masih harus mengejar sekitar Rp 614,9 triliun hingga akhir tahun.Bagaimana pandangan kalian?
Apakah peningkatan restitusi ini memang menjadi indikator positif bahwa iklim usaha semakin sehat? Ataukah justru mencerminkan tekanan pada dunia bisnis sehingga lebih banyak WP mengajukan restitusi? Dan bagaimana menurut Anda dampaknya terhadap target penerimaan negara ke depan?
Yuk diskusi! -
Kenaikan restitusi yang cukup besar sebenarnya bisa dibaca dua sisi. Di satu sisi, ini menunjukkan kepercayaan wajib pajak bahwa proses restitusi semakin cepat dan lebih pasti—apalagi setelah implementasi Coretax yang memperkuat profiling dan risk engine. Artinya, ekosistem administrasi perpajakan semakin membaik. Namun di sisi lain, angka restitusi yang melonjak tajam tentu menekan penerimaan neto dan membuat ruang fiskal tahun berjalan menjadi lebih sempit. Di sinilah balancing policy DJP dan Kemenkeu diuji.
-
Dari sisi wajib pajak, khususnya sektor korporasi, peningkatan restitusi PPh Badan bisa mengindikasikan beberapa hal: perbaikan kepatuhan pembayaran di muka (instalment), adanya overpayment dari kewajiban bulanan, atau memang ada tekanan terhadap margin yang membuat kredit pajak lebih besar daripada pajak terutang. Jadi, lonjakan restitusi tidak otomatis berarti bisnis sedang ekspansif; bisa juga sinyal bahwa banyak perusahaan menahan pertumbuhan atau mengalami penurunan laba.
-
Menarik bahwa DJP menilai restitusi sebagai bentuk transfer likuiditas ke swasta. Secara teori, benar—cash flow yang kembali ke perusahaan bisa memperkuat kegiatan usaha. Tetapi tantangan terbesar adalah kecepatan realisasi belanja pemerintah dan efektivitas multiplier-nya. Jika restitusi besar tetapi konsumsi dan investasi masih lemah, maka dampak ke PDB bisa tidak optimal. Jadi, perlu dilihat apakah dana restitusi ini benar-benar diolah untuk ekspansi atau hanya untuk menutup lubang arus kas perusahaan.
-
Terkait target penerimaan, gap Rp 614 triliun menjelang akhir tahun jelas bukan angka yang kecil. Pemerintah harus mengandalkan pola musiman penerimaan kuartal IV yang biasanya meningkat, ditambah efek pengawasan intensif melalui joint analysis dan compliance risk management. Namun, dengan tekanan restitusi yang terus naik, DJP mungkin harus mengoptimalkan strategi lain seperti ekstensifikasi, penguatan pemeriksaan berbasis risiko, serta peningkatan penerimaan PPN melalui digitalisasi rantai transaksi. Tahun 2025 berpotensi menjadi salah satu tahun paling menantang dalam menjaga keseimbangan penerimaan dan likuiditas wajib pajak.
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1
Albert YosuaPoints: 216 - #2
Amilia Desi MarthasariPoints: 71 - #3 Edi GunawanPoints: 44
- #4
LiaPoints: 36 - #5 ALIFIAN DARMAWANPoints: 33
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General