- This topic has 14 replies, 3 voices, and was last updated 1 week, 3 days ago by
Amilia Desi Marthasari.
Burnout Bukan Bukti Dedikasi, Tapi Alarm Bahaya
September 23, 2025 at 10:09 am-
-
Up::0
Pernah nggak sih tim kerja kita kelihatan baik-baik aja, tapi sebenarnya lagi “tenggelam” dalam kerjaan?
Burnout itu bukan karena orang gagal.
Burnout datang ketika kelelahan disulap jadi komitmen.Awalnya biasa aja, tapi kalau jeli, ada tanda-tanda kecil:
- Standup meeting yang tadinya seru dan penuh ide, berubah jadi super singkat dan transaksional → “udah ya, next…”
- Debat kreatif makin jarang → semua lebih sering diem.
- Kata-kata “ayo kita kerjain yang terbaik” berubah jadi “udah lah, yang penting kelar.”
- Makan siang bareng jadi rapat dadakan sambil buka laptop.
Nah, hati-hati. Itu bukan tanda efisiensi. Itu sinyal bahaya.
Masalahnya, banyak manajer yang kelewat peka sampai sadar pas semuanya udah terlambat.👉 Produktivitas itu memang bisa naik saat tekanan pas-pasan.
Tapi kalau tekanannya kebanyakan, produktivitas bukannya naik terus, malah pelan-pelan jatuh.
Dan jatuhnya bukan tiba-tiba, tapi perlahan-lahan.Yang bikin repot, tanda-tandanya sering salah baca:
- Kreativitas yang menurun dianggap “wah tim lagi fokus nih.”
- Konflik kecil di tim dianggap “semangat perfeksionis.”
- Meeting yang sepi dianggap “semua udah sejalan.”
- Chat/WA grup di weekend dianggap “dedikasi tim luar biasa.”
Padahal ya… itu lampu merah.
Lalu, gimana cara ngatasinnya?
Ada 3 hal sederhana yang bisa dicoba:
1️⃣ Ganti-gantian pegang tugas berat.
Kalau ada project yang tekanannya tinggi, jangan kasih terus-terusan ke orang yang sama. Contoh: di tim sales, jangan biarin satu orang terus yang ngejar target besar tiap bulan. Ganti rotasi, biar semua kebagian ritme.2️⃣ Atur waktu “disconnect” bareng.
Coba bikin sore tertentu tanpa meeting. Atau jam tertentu tanpa email/WA kerja. Misalnya, Jumat sore no rapat, semua bisa fokus nutup kerjaan. Biar otak ada ruang napas.3️⃣ Rayakan orang yang berani bilang “STOP”.
Biasanya yang dapat apresiasi itu orang yang bisa lembur atau push kerjaan sampai kelar. Padahal, orang yang berani bilang, “Guys, ritme kita udah nggak sehat” itu jauh lebih penting. Itu bentuk kepedulian, bukan kelemahan.Karena tim yang kuat itu bukan yang nggak pernah kena tekanan.
Tapi tim yang bisa bagi tekanan sama rata.Ingat, burnout satu orang bisa ngerembet ke semua.
Tapi kalau burnoutnya barengan? Itu bukan salah individu, itu gagal manajemen organisasi.❓Jadi, menurutmu… di tim kamu sekarang ada tanda-tanda ke arah burnout nggak?
Misalnya makin jarang ada ide baru, atau chat kerjaan makin sering masuk tengah malam?💬 Share pengalamanmu, siapa tahu bisa jadi pelajaran buat yang lain.
-
Kalau ada satu orang burnout, dampaknya bisa menular ke yang lain karena ritme kerja terganggu, mood tim ikut drop, dan akhirnya produktivitas turun. Tapi kalau semua orang burnout di waktu yang sama, itu tandanya bukan masalah individu, melainkan sistem dan manajemen yang salah: beban kerja nggak seimbang, ekspektasi nggak realistis, atau support dari organisasi kurang.
-
Jadi tugas manajemen bukan sekadar minta tim “tahan banting”, tapi memastikan tekanan bisa dibagi dengan adil, ada ruang untuk pulih, dan sistemnya cukup fleksibel supaya manusia tetap jadi manusia.
-
Kak Amilia, aku suka sekali dengan kalimat terakhir kakak: “supaya manusia tetap jadi manusia.” Sering kali perusahaan terjebak pada target dan efisiensi sampai lupa kalau yang bekerja di balik sistem itu adalah orang-orang dengan batas energi, emosi, dan kebutuhan istirahat. Perspektif kakak ini mengingatkan bahwa tugas manajemen bukan hanya memaksimalkan output, tapi juga menjaga keseimbangan agar tim bisa bekerja sehat dalam jangka panjang.
-
Kalau dipikir-pikir, prinsip “ruang untuk pulih” itu sangat penting. Tapi seringkali justru yang hilang dalam sistem kerja modern adalah recovery time. Bahkan ada budaya yang menganggap istirahat sebagai kelemahan, padahal tanpa waktu pulih, kualitas kerja pasti menurun. Dari pengalaman kakak, bagaimana cara terbaik membangun budaya organisasi yang menghargai waktu istirahat tanpa membuat karyawan merasa bersalah karena “tidak produktif”?
-
Kak Amilia, aku setuju sekali dengan poin yang kakak sampaikan. Burnout memang bukan sekadar masalah individu, tapi bisa jadi cerminan kondisi tim maupun sistem kerja secara keseluruhan. Kadang orang merasa burnout itu kelemahan pribadi, padahal sering kali akar masalahnya justru ada pada struktur organisasi, budaya kerja, atau ekspektasi yang diberikan. Insight kakak ini jadi reminder penting buatku bahwa kita nggak bisa menormalisasi burnout sebagai sesuatu yang “wajar” di pekerjaan.
-
Menariknya, burnout yang menular ini seringkali tidak langsung terlihat. Kadang dimulai dari turunnya semangat, komunikasi yang jadi lebih dingin, atau kualitas kerja yang menurun perlahan. Kalau tidak segera ditangani, efek domino itu bisa merusak kepercayaan antar anggota tim. Dari pengalaman kakak, apakah ada strategi atau pola tertentu yang bisa dilakukan manajemen untuk mendeteksi tanda-tanda awal burnout sebelum makin parah?
-
Selain itu, aku juga penasaran bagaimana cara menyeimbangkan antara kebutuhan organisasi untuk mencapai target dengan menjaga kesehatan mental karyawan. Apakah menurut kakak pendekatan seperti fleksibilitas jam kerja, workload yang lebih transparan, atau sistem support internal (misalnya peer support) bisa efektif untuk mengurangi risiko burnout massal?
-
-
Betul banget Kak Lia…ini menarik sekali
Tim yang sehat itu bukan berarti semuanya selalu baik-baik saja tanpa tekanan, tapi bagaimana mereka saling menopang, membagi beban, dan memastikan tidak ada satu orang yang jadi “penampung stres” sendirian.
-
Kak Amilia, aku sepakat banget dengan pandangan kakak. Tim yang sehat bukan berarti bebas dari masalah atau tekanan, tapi bagaimana mereka bisa saling menopang ketika beban datang. Justru dari situ bisa kelihatan kedewasaan dan kekuatan tim dalam menghadapi tantangan bersama.
-
Istilah “penampung stres” yang kakak sebut menurutku sangat relevan. Kadang memang tanpa sadar ada satu orang yang jadi tumpuan, baik karena kompetensinya lebih menonjol atau karena karakter pribadinya yang selalu siap membantu. Tapi kalau pola ini berlangsung lama, akhirnya orang tersebut bisa kelelahan sendiri dan tim pun jadi tidak seimbang.
-
Mungkin yang perlu dibangun bukan hanya pembagian tugas yang adil, tapi juga budaya saling peduli dan menyadari ketika ada satu orang yang mulai “menanggung terlalu banyak”.
-
ketika pola ini dibiarkan terus berlangsung, keseimbangan tim terganggu. Orang yang menjadi penampung stres bisa kelelahan secara fisik maupun mental, merasa tidak dihargai, bahkan perlahan kehilangan semangat. Di sisi lain, anggota lain jadi kurang berkembang karena terbiasa bergantung.
Idealnya, tim yang sehat adalah tim yang berbagi, berbagi tanggung jawab, tekanan, dan dukungan. Tidak semua harus kuat setiap waktu; kadang yang paling tangguh pun perlu ruang untuk rapuh.
-
Di sisi lain, aku percaya distribusi beban yang adil perlu dimulai dari sistem dan komunikasi yang terbuka. Leader berperan besar untuk mengatur ritme kerja, tapi anggota tim juga penting untuk punya keberanian mengungkapkan kapasitas masing-masing. Kalau tidak, bisa jadi ada yang menahan diri untuk tidak bicara, padahal sebenarnya mereka sudah kewalahan.
-
Nah, aku jadi penasaran dengan pandangan kakak: menurut kakak, bagaimana cara membangun budaya tim yang mendorong orang untuk jujur soal batasannya tanpa takut dinilai lemah? Karena menurutku ini salah satu kunci agar tidak ada lagi “penampung stres” tunggal dalam sebuah tim.
-
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1
LiaPoints: 243 - #2
Amilia Desi MarthasariPoints: 76 - #3 Deni DermawanPoints: 30
- #4 Debbie Christie Ginting / Finance Team LeadPoints: 24
- #5 Veronica WidyantiPoints: 23
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General