Apakah anda mencari sesuatu?

  • This topic has 0 replies, 1 voice, and was last updated 2 weeks ago by Albert Yosua.

Dari Pajak ke Demo: Ketika Rakyat Tagih Janji Lewat Jalanan

September 4, 2025 at 3:39 pm
image
    • Albert Yosua
      Participant
      GamiPress Thumbnail
      Achievement Thumbnail
      Image 0 replies
      View Icon 6  views
        Up
        0
        ::

        Ngomongin demo, biasanya yang kebayang itu suara keras di jalanan, poster tuntutan, atau orasi lantang. Tapi jarang banget yang bahas: sebenarnya apa sih hubungan demo sama keuangan negara dan pajak rakyat? Padahal, ini penting banget.

        Demo itu pada dasarnya muncul karena keresahan. Salah satu yang paling sering jadi pemicu adalah kebijakan ekonomi yang dianggap nggak adil, termasuk dalam hal pajak, subsidi, atau pengelolaan APBN. Misalnya, demo soal kenaikan BBM, penghapusan subsidi, atau sistem perpajakan baru. Di balik semua itu, ada satu benang merah: rasa ketidakpuasan rakyat terhadap cara negara mengatur uang mereka.

        Coba deh pikirin: uang negara itu asalnya dari mana? Jawabannya simpel — dari kita semua. Dari pajak penghasilan, PPN waktu kita belanja, sampai pajak rokok atau pajak digital pas kita subscribe platform streaming. Artinya, waktu rakyat turun ke jalan, itu juga bentuk “tagih janji” ke negara: “Hei, uang kami ke mana aja nih? Kok hidup makin susah?”

        Masalahnya, nggak semua orang ngerti gimana proses alur keuangan negara itu bekerja. Banyak yang mikir uang pajak cuma disimpan doang atau malah “dimakan pejabat”. Nah, di sinilah pentingnya transparansi dan edukasi pajak. Pemerintah punya tanggung jawab bukan cuma narik pajak, tapi juga menjelaskan dengan jujur uang itu dipakai buat apa aja. Kalau ini dilakukan dengan baik, mungkin demo nggak perlu sampai terjadi.

        Di sisi lain, demo juga punya konsekuensi keuangan. Aksi besar-besaran bisa mengganggu aktivitas ekonomi. UMKM tutup sementara, jalanan macet, bahkan ada potensi kerusakan fasilitas umum. Biaya perbaikan? Lagi-lagi dari APBD/APBN. Ironisnya, yang bayar lagi-lagi rakyat juga. Jadi, makin kelihatan pentingnya demo yang damai dan terorganisir. Supaya tujuan tersampaikan, tapi nggak jadi beban ekonomi tambahan.

        Yang lebih tricky lagi adalah ketika demo berkaitan dengan kebijakan fiskal. Misalnya, waktu ada demo menolak UU perpajakan atau aturan baru soal pajak digital. Di satu sisi, pemerintah butuh pemasukan. Tapi di sisi lain, rakyat merasa terbebani. Di sinilah seharusnya ada ruang dialog terbuka — biar rakyat ngerti kenapa kebijakan itu muncul, dan pemerintah juga bisa denger suara di lapangan sebelum asal teken peraturan.

        Kita sebagai Gen Z juga perlu melek keuangan negara. Bukan cuma mikir, “Ah, itu urusan elite politik.” Tapi sadar bahwa setiap rupiah yang kita keluarkan (dan kena pajak) punya peran dalam siklus besar negara ini. Kalau kita diem aja, bisa-bisa kebijakan yang nggak adil terus bergulir tanpa kontrol. Tapi kalau cuma demo tanpa literasi, risikonya tuntutan kita malah nggak nyampe, atau salah sasaran.

        Jadi, selain turun ke jalan, penting juga buat kita ngulik soal APBN, belanja negara, dan laporan keuangan pemerintah. Supaya saat kita bersuara, kita bisa bawa data, argumen kuat, dan solusi real. Karena pada akhirnya, suara rakyat itu bukan cuma soal volume, tapi soal isi. Dan isi yang paling tajam biasanya datang dari mereka yang tahu cara kerja sistem.

        Jadi, pertanyaannya sekarang: Apakah suara kita masih cuma sebatas teriakan di jalan? Atau sudah mulai jadi perhitungan dalam ruang-ruang kebijakan? Kalau kita pengen perubahan nyata, suara kita juga harus naik level — dari keresahan jadi pemahaman, dari teriak jadi strategi.

    Viewing 0 reply threads
    • You must be logged in to reply to this topic.
    Image

    Bergabung & berbagi bersama kami

    Terhubung dan dapatkan berbagai insight dari pengusaha serta pekerja mandiri untuk perluas jaringan bisnis Anda!