::
Halo rekan-rekan, izin sharing satu kasus pajak yang cukup sering muncul di lapangan dan mungkin pernah juga dialami teman-teman di sini. Semoga bisa jadi bahan diskusi bareng ya! 🙌
[Topik Diskusi: Jasa Konstruksi Dikenai PPh 23, Bukan PPh Final Pasal 4 ayat (2)]
Bagaimana jika perusahaan konstruksi menerima bukti potong PPh Pasal 23, padahal seharusnya termasuk objek PPh Final Pasal 4 ayat (2)?
Kasusnya seperti ini:
Sebuah badan usaha di bidang konstruksi mengerjakan proyek untuk perusahaan lain (lawan transaksi juga berbentuk badan). Setelah pekerjaan selesai dan tagihan diterbitkan, ternyata pihak pemberi kerja memotong PPh 23 sebesar 2% atas nilai jasa, bukan PPh Final sebagaimana mestinya.
Nah, di sinilah mulai muncul pertanyaan:
➡️ Apakah jasa yang telah dipotong PPh 23 tersebut kemudian harus dihitung lagi menggunakan tarif Pasal 17 (tarif umum PPh Badan) dalam pelaporan SPT Tahunan?
➡️ Ataukah penghasilan tersebut tetap dapat diperlakukan sebagai PPh Final, meskipun lawan transaksi keliru menerapkan jenis potongan?
Seperti kita tahu, jasa konstruksi (pelaksana, perencana, atau pengawas) pada dasarnya termasuk objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif yang sudah diatur tergantung kualifikasi dan sertifikasi kontraktor. Namun dalam praktik, kesalahan administrasi seperti ini sering terjadi, baik karena ketidaktahuan maupun perbedaan pemahaman antara pihak pemotong dan penerima jasa.
Kalau dianggap nonfinal, tentu berdampak pada rekonsiliasi fiskal, laba kena pajak, dan penghitungan PPh Terutang berdasarkan tarif Pasal 17. Tapi jika tetap dianggap final, maka wajib pajak perlu memiliki argumentasi dan dokumentasi kuat saat pelaporan agar tidak menimbulkan temuan di pemeriksaan pajak.
Idealnya, pihak pemotong melakukan pembetulan bukti potong menjadi PPh Final Pasal 4 ayat (2). Namun, dalam praktik tidak selalu mudah karena proyek sudah selesai atau lawan transaksi kurang memahami jenis objek pajak yang benar.
Bagaimana menurut rekan-rekan di sini?
📌 Apakah sebaiknya wajib pajak meminta koreksi bukti potong agar sesuai ketentuan?
Atau cukup laporkan sebagai penghasilan final disertai penjelasan di lampiran SPT Tahunan?
Yuk, sharing pengalaman atau pandangan teman-teman yang pernah menangani kasus serupa, terutama untuk proyek jasa konstruksi.