Home / Topics / Finance & Tax / Kemenkeu Matangkan Regulasi Baru Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak: Apa Dampaknya
- This topic has 4 replies, 2 voices, and was last updated 2 days, 14 hours ago by
Lia.
Kemenkeu Matangkan Regulasi Baru Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak: Apa Dampaknya
December 4, 2025 at 10:09 am-
-
Up::0
Perkembangan terbaru terkait penyusunan regulasi khusus mengenai pengawasan kepatuhan wajib pajak menurut saya menjadi salah satu isu paling penting untuk kita cermati. Selama ini, DJP sebenarnya telah memiliki SE-05/PJ/2022 sebagai pedoman pengawasan, tetapi belum ada PMK yang secara spesifik mengatur mekanisme end-to-end. Dengan adanya proses harmonisasi RPMK bersama DJPP, tampaknya pemerintah ingin membuat kerangka yang lebih jelas, konsisten, dan dapat dievaluasi secara transparan.
Yang menarik adalah bahwa pengawasan DJP selama ini terbagi menjadi 2 jenis utama: Pengawasan Pembayaran Masa (PPM) dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM). Dalam praktik, dua jenis pengawasan ini seringkali bersinggungan, terutama ketika WP memiliki histori kepatuhan tertentu. Keduanya juga memiliki implikasi yang berbeda terhadap administrasi internal perusahaan maupun beban kepatuhan sehari-hari. Dengan adanya PMK baru, akan sangat membantu jika tata cara, batas waktu, serta kriteria risiko dipertegas sehingga meminimalkan persepsi subjektif.
Di sisi lain, mekanisme P2DK dan SP2DK selama ini masih menjadi titik kritis dalam hubungan antara fiskus dan WP. Banyak WP yang masih menganggap SP2DK sebagai “surat yang menakutkan”, padahal sejatinya itu hanya permintaan klarifikasi data. Harapannya, regulasi baru nanti bisa menyertakan standar komunikasi yang lebih terarah dan ramah WP, sehingga interaksi tidak lagi sekadar formalitas, tetapi menjadi bagian dari pendidikan kepatuhan.
Perubahan lain yang menurut saya sangat penting adalah penerapan teknologi dalam pengawasan. DJP sudah mulai memanfaatkan AI bernama ARVITA sejak 2024. Jika teknologi ini digunakan secara bijak, ia bisa membantu fiskus melakukan analisis data lebih cepat, mengurangi potensi human error, dan meningkatkan akurasi profiling risiko WP. Namun, tentu saja masih ada pertanyaan: bagaimana DJP memastikan fairness dari algoritma, mengingat data pajak sangat sensitif dan beragam?
Selain soal pengawasan, berita tentang fitur pembatalan kode billing di Coretax juga sangat melegakan bagi banyak WP. Selama ini, menunggu kode billing kedaluwarsa selama 7 hari hanya untuk memperbaiki konsep SPT terasa sangat tidak efisien. Dengan fitur pembatalan, proses bisa menjadi lebih cepat dan adaptif. Saya melihat ini sebagai langkah kecil, tetapi berdampak besar pada pengalaman pengguna sistem Coretax.
Topik lain yang tak kalah menarik adalah adanya supertax deduction 200% bagi perusahaan yang memberikan sumbangan strategis untuk pembangunan IKN. Skema ini tampaknya dirancang bukan hanya untuk menarik partisipasi, tetapi juga untuk membangun sense of ownership swasta dalam proyek nasional. Pertanyaannya: apakah insentif sebesar ini akan cukup menarik bagi perusahaan, terutama di tengah tantangan ekonomi global?
Di bagian akhir, isu penurunan ACR menjadi 0,83% pada 2024 juga patut dicermati. Angka tersebut menunjukkan bahwa cakupan pemeriksaan menurun dibanding tahun sebelumnya. Apakah ini terjadi karena efisiensi akibat digitalisasi dan pengawasan berbasis data? Atau justru karena keterbatasan sumber daya pemeriksa? Rasanya ini akan menjadi indikator yang perlu dipantau seiring lahirnya PMK baru.
Secara keseluruhan, rangkaian perkembangan ini menunjukkan bahwa sistem perpajakan kita sedang bergerak menuju model yang lebih data-driven, lebih terintegrasi, dan (semoga) lebih ramah bagi WP. Namun tentu saja, efektivitasnya sangat bergantung pada implementasi di lapangan.
Menurut rekan-rekan di Fintax Community, apa yang paling harus diprioritaskan dalam PMK baru pengawasan kepatuhan? Apakah standardisasi risk-based monitoring, transparansi prosedur SP2DK, atau justru peningkatan kapasitas fiskus dalam penggunaan AI seperti ARVITA?
-
“Penurunan ACR jadi 0,83% itu cukup mencurigakan. Apakah karena digitalisasi bikin pengawasan lebih efisien jadi tidak perlu banyak pemeriksaan? Atau malah karena sumber daya tidak cukup? Harapannya PMK baru bisa jawab pertanyaan ini ya.”
-
“Penerapan AI ARVITA itu menarik, tapi juga ada kekhawatiran ya. Bagaimana ya DJP memastikan algoritmanya tidak bias? Karena data pajak setiap WP beda-beda, jadi kalau ada ketidakseimbangan, bisa merugikan salah satu pihak loh.”
-
“Sangat setuju soal fitur pembatalan kode billing di Coretax! Sebelumnya bikin pusing banget nunggu 7 hari cuma buat perbaiki SPT. Ini bener-bener langkah ke depannya yang mempermudah WP, terutama kita yang sering ngelakuin proses cepat.”
-
“Wah sangat informatif! Menurut saya yang paling penting adalah standardisasi prosedur SP2DK. Banyak sekali WP yang bingung ketika dapet surat itu, sampe jadi takut tanpa alasan. Kalau ada standar komunikasi yang jelas dan ramah, pastinya hubungan fiskus-WP jadi lebih baik deh.”
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1 Edi GunawanPoints: 67
- #2 Agus DjulijantoPoints: 62
- #3
Amilia Desi MarthasariPoints: 40 - #4
Albert YosuaPoints: 37 - #5 Debbie Christie Ginting / Finance Team LeadPoints: 37
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General