Apakah anda mencari sesuatu?

  • This topic has 8 replies, 2 voices, and was last updated 15 minutes ago by Albert Yosua.

Kenapa Otak Manusia Lebih Suka Menunda-Nunda?

November 3, 2025 at 11:17 am
image
    • Amilia Desi Marthasari
      Participant
      GamiPress Thumbnail
      Image 8 replies
      View Icon 9  views
        Up
        1
        ::

        Pernah gak, kamu punya tugas penting tapi malah buka YouTube, nge-scroll X, atau nyapu kamar dulu?

        Kamu tahu kamu harus kerja, tapi otakmu bilang: “Nanti aja.”

        Nah, ini alasannya — dan caranya biar gak terus kejebak di siklus “nanti dulu.”

        1️⃣ Otak Kita Didesain untuk Nyari Kenyamanan, Bukan Produktivitas
        Manusia modern baru hidup beberapa ribu tahun. Tapi otak kita?
        Didesain jutaan tahun lalu untuk bertahan hidup, bukan untuk mengejar target kerja.

        Otak bagian yang paling tua — disebut amygdala — tugasnya adalah mencari rasa aman.
        Jadi setiap kali kamu menghadapi tugas besar, sulit, atau menegangkan, amygdala langsung menganggapnya sebagai ancaman.

        Akibatnya?
        Kamu lebih memilih melakukan hal yang bikin nyaman: nonton, makan, rebahan, scrolling TikTok.

        Itu bukan karena kamu malas — tapi karena otakmu berusaha melindungi kamu dari stres.

        2️⃣ Ada Pertarungan di Dalam Kepalamu
        Ada dua bagian utama otak yang “bertarung” saat kamu menunda:

        🧠 Amygdala: bagian emosional, fokusnya pada rasa nyaman sekarang.
        🧠 Prefrontal cortex: bagian logis, fokusnya pada tujuan jangka panjang.
        Saat kamu bilang “Nanti aja,” itu artinya amygdala menang.
        Dia menekan sinyal dari prefrontal cortex, dan kamu pun lebih memilih dopamin instan.

        Mau ngerjain tugas? Terlalu stres.
        Main HP bentar? Cepat dan enak.

        Kamu tahu mana yang benar — tapi otakmu gak peduli.

        3️⃣ Dopamin: Biang Keladi yang Mengatur Keinginan Kita
        Dopamin sering disalahpahami sebagai “hormon kebahagiaan.”
        Padahal fungsinya bukan bikin bahagia, tapi bikin kita mengejar sesuatu yang bikin bahagia.

        Artinya, dopamin memicu rasa penasaran dan ingin reward cepat.

        Contohnya:

        Buka notifikasi → dopamin
        Lihat like di postingan → dopamin
        Tonton satu video lagi → dopamin
        Tugas besar, kayak nulis laporan 20 halaman atau bikin proposal?
        Reward-nya jauh di depan, jadi otakmu gak tertarik.

        Maka muncullah pola pikir klasik:

        “Ah, nanti aja. Sekarang mending yang cepat-cepat dulu.”

        4️⃣ Menunda Bukan Masalah Waktu — Tapi Emosi
        Ini yang sering disalahpahami:
        Kita pikir kita menunda karena kurang waktu atau malas.
        Padahal penyebab utamanya adalah emosi negatif terhadap tugas itu.

        Beberapa contoh:

        Takut gagal
        Takut hasilnya gak sempurna
        Takut dinilai orang
        Ngerasa overwhelmed karena tugasnya kebanyakan
        Jadi, otak pakai strategi sederhana: hindari dulu biar gak stres.
        Masalahnya, makin lama ditunda → makin stres → makin besar keinginan untuk menghindar.

        Siklusnya jadi kayak gini:
        👉 Cemas → Menunda → Rasa bersalah → Cemas lagi → Menunda lagi.

        5️⃣ Efek Domino: Semakin Kamu Menunda, Semakin Berat Rasanya
        Setiap kali kamu menunda, otak belajar bahwa menghindari tugas bikin stresnya hilang sementara.
        Jadi di kesempatan berikutnya, dia langsung otomatis pakai strategi yang sama.

        Inilah kenapa menunda bisa jadi kebiasaan.
        Otak suka jalan pintas yang familiar.

        Sampai akhirnya, kamu bahkan menunda hal-hal kecil kayak:

        Balas pesan penting
        Bikin janji dokter
        Mandi pagi 😅
        Itu bukan karena kamu “rusak”, tapi karena otakmu sudah terlatih untuk menunda.

        6️⃣ “Tapi Aku Suka Deadlinenya, Bikin Semangat!”
        Kamu mungkin bilang:

        “Aku gak masalah menunda, toh akhirnya dikerjain juga kok.”
        Benar, tapi itu terjadi karena rasa takut lebih besar daripada rasa malas.

        Begitu deadline mendekat, otakmu mengeluarkan adrenalin dan kortisol — hormon stres yang bikin kamu terpaksa fokus.

        Itu yang disebut “motivasi darurat.”
        Efektif jangka pendek, tapi berbahaya kalau jadi kebiasaan.

        Kenapa? Karena kerja di bawah stres terus-menerus bisa bikin:

        Burnout
        Tidur terganggu
        Menurunkan kualitas hasil kerja
        Membuat kamu tergantung pada tekanan
        Kamu akhirnya produktif karena panik, bukan karena disiplin.

        7️⃣ Oke, Jadi Gimana Cara Ngalahin Prokrastinasi Ini?
        Ada banyak cara ilmiah yang terbukti bisa bantu kamu keluar dari lingkaran setan “nanti aja”.
        Berikut 7 strategi yang benar-benar bisa kamu praktikkan:

        🪶 1. Kerjakan 2 Menit Dulu
        Disebut “The Two-Minute Rule.”
        Mulai dari hal yang cuma butuh 2 menit — buka dokumen, tulis satu kalimat, atur meja.

        Begitu kamu mulai, resistansi otak berkurang drastis.
        Sering kali, setelah mulai 2 menit, kamu malah lanjut 20 menit tanpa sadar.

        🧩 2. Pecah Tugas Besar Jadi Bagian Kecil
        Tugas besar terasa berat karena otak melihatnya sebagai satu “gunung raksasa.”
        Jadi pecah jadi langkah kecil:

        “Tulis outline dulu.”
        “Cari referensi dulu.”
        “Ketik pembukaan aja.”
        Setiap langkah kecil yang selesai memberi dopamin alami → bikin otakmu semangat lanjut.

        ⏰ 3. Gunakan Teknik Pomodoro
        Kerja fokus 25 menit, istirahat 5 menit.
        Atur timer, dan larang diri buka HP sampai waktunya istirahat.

        Alasannya sederhana: otak manusia gak didesain fokus 2 jam tanpa jeda.
        Tapi 25 menit? Bisa banget.

        🧠 4. Ubah Cara Pandang Terhadap Tugas
        Coba ganti pikiran dari:

        “Aku harus ngerjain ini.”
        jadi
        “Aku memilih ngerjain ini.”
        Kesan kecil, tapi secara psikologis bikin kamu merasa punya kontrol.
        Otak lebih termotivasi kalau merasa keputusan datang dari diri sendiri.

        📅 5. Jadikan “Waktu Kerja” Sebagai Rutinitas, Bukan Mood
        Kalau kamu nunggu mood bagus baru kerja, kamu bakal kalah.
        Tapi kalau kamu punya ritual harian, otak akan otomatis masuk mode kerja tanpa perlu berpikir.

        Contoh kecil:

        Nyalain musik instrumental
        Buka laptop di tempat yang sama
        Satu cangkir kopi sebelum mulai
        Lama-lama, otakmu ngelink kebiasaan itu dengan “waktunya fokus.”

        💬 6. Bicara Baik pada Diri Sendiri
        Banyak orang menunda karena perfeksionis — takut hasilnya jelek.
        Padahal, otak kita lebih termotivasi oleh dukungan positif, bukan kritik.

        Jadi ubah dialog batinmu:

        “Aku jelek banget kalau gak mulai.” ❌
        jadi
        “Mulai aja dulu, nanti bisa diperbaiki.” ✅
        Self-compassion bukan excuse untuk malas.
        Itu cara agar otak gak terus kabur dari rasa takut.

        🌅 7. Ingat: Aksi Kecil Sekarang Lebih Baik dari Rencana Sempurna Nanti
        Kamu gak perlu semangat besar untuk mulai.
        Kamu cuma perlu sedikit dorongan awal.

        Setelah kamu mulai, otak akan menyesuaikan.
        Momentum akan muncul dengan sendirinya.

        8️⃣ Penutup: Kamu Gak Gagal — Kamu Hanya Manusia
        Kalau kamu sering menunda, jangan langsung merasa kamu kurang disiplin.
        Kamu hanya manusia dengan otak yang dirancang untuk bertahan, bukan berprestasi.

        Tapi kabar baiknya: otak bisa dilatih.
        Setiap kali kamu memilih mulai meski malas, kamu sedang menulis ulang jalur kebiasaan di otakmu.

        Satu tindakan kecil hari ini bisa mengubah pola pikirmu untuk selamanya.

      • Albert Yosua
        Participant
        GamiPress Thumbnail
        Image 8 replies
        View Icon 9  views

          Menarik banget pembahasan tentang kenapa otak manusia cenderung suka menunda-nunda. Penjelasan soal peran amygdala dan prefrontal cortex bikin aku sadar kalau ternyata menunda bukan sekadar soal “malas,” tapi lebih ke konflik biologis di dalam otak kita sendiri. Kadang kita berjuang melawan sistem yang memang dirancang untuk mencari kenyamanan, bukan untuk produktivitas modern. Jadi rasanya wajar kalau fokus dan konsistensi itu butuh latihan, bukan sekadar niat.

        • Albert Yosua
          Participant
          GamiPress Thumbnail
          Image 8 replies
          View Icon 9  views

            Bagian tentang dopamin juga membuka mata banget. Selama ini aku pikir dopamin itu cuma hormon kebahagiaan, padahal ternyata dia yang bikin kita terus mengejar hal-hal kecil yang cepat memuaskan. Jadi gak heran kalau buka notifikasi terasa lebih menarik daripada buka dokumen kerjaan. Ada rasa “reward” instan yang gak bisa dikalahkan sama hasil jangka panjang. Ini bikin aku kepikiran, apa mungkin cara terbaik bukan melawan dopamin, tapi memanfaatkannya?

          • Albert Yosua
            Participant
            GamiPress Thumbnail
            Image 8 replies
            View Icon 9  views

              Konsep bahwa prokrastinasi itu sebenarnya masalah emosi, bukan waktu, juga terasa relevan. Kadang kita bukan gak punya waktu, tapi terlalu takut hasilnya gak sempurna. Jadi menunda terasa kayak mekanisme pertahanan diri. Tapi ironisnya, makin lama ditunda justru makin stres, dan lingkarannya gak pernah selesai. Sepertinya memang perlu belajar menghadapi rasa takut itu secara perlahan, bukan menghindarinya terus.

            • Albert Yosua
              Participant
              GamiPress Thumbnail
              Image 8 replies
              View Icon 9  views

                Aku juga setuju banget sama bagian yang bilang semakin kita menunda, semakin berat rasanya untuk mulai. Ini kayak efek bola salju — makin besar makin sulit digerakkan. Kadang cuma butuh dorongan kecil buat memulai, tapi kita sering nunggu sampai rasa bersalah dan stres menumpuk baru akhirnya bergerak. Aku pribadi sering ngalamin fase itu, dan hasilnya justru malah bikin energi terkuras lebih banyak.

              • Albert Yosua
                Participant
                GamiPress Thumbnail
                Image 8 replies
                View Icon 9  views

                  Soal “motivasi darurat” menjelang deadline juga menarik. Banyak orang bilang mereka “lebih produktif kalau dikejar waktu,” padahal itu cuma efek dari stres dan hormon adrenalin. Mungkin memang terasa efektif, tapi kalau terus-menerus mengandalkan stres untuk produktif, lama-lama bisa bikin burnout. Aku jadi mikir, seberapa sering kita salah mengartikan tekanan sebagai motivasi?

                • Albert Yosua
                  Participant
                  GamiPress Thumbnail
                  Image 8 replies
                  View Icon 9  views

                    Strategi yang disebutkan di bagian akhir juga praktis banget. Aku paling suka “aturan dua menit” dan “ubah cara pandang jadi aku memilih ngerjain ini.” Dua hal kecil itu bisa ngubah banget cara otak merespons tugas. Kadang cuma dengan mulai dulu, tanpa mikir panjang, energi untuk lanjut muncul sendiri. Sementara kalau nunggu mood, hasilnya malah gak pernah mulai.

                  • Albert Yosua
                    Participant
                    GamiPress Thumbnail
                    Image 8 replies
                    View Icon 9  views

                      Menarik juga bagaimana kebiasaan kecil bisa ngelatih ulang otak. Jadi bukan soal jadi sempurna dalam sehari, tapi soal membentuk jalur baru sedikit demi sedikit. Ini bikin aku mikir, mungkin melatih otak untuk berhenti menunda itu mirip kayak latihan fisik — butuh konsistensi dan kesabaran, bukan keajaiban instan.

                    • Albert Yosua
                      Participant
                      GamiPress Thumbnail
                      Image 8 replies
                      View Icon 9  views

                        Kalau boleh aku tambahkan pertanyaan buat diskusi:
                        Apakah mungkin kita bisa “menipu” otak agar merasa nyaman dengan hal-hal produktif, misalnya dengan mengaitkan pekerjaan penting dengan sensasi dopamin yang biasanya muncul dari hiburan? Atau justru lebih efektif menerima bahwa rasa gak nyaman adalah bagian alami dari proses bekerja, dan melatih diri untuk tetap jalan meski tanpa kenyamanan itu?

                    Viewing 8 reply threads
                    • You must be logged in to reply to this topic.

                    Peringkat Top Contributor

                    1. #1
                      Amilia Desi Marthasari
                      Points: 89
                    2. #2
                      Lia
                      Points: 76
                    3. #3
                      ALIFIAN DARMAWAN
                      Points: 38
                    4. #4
                      Debbie Christie Ginting / Finance Team Lead
                      Points: 38
                    5. #5
                      Deni Dermawan
                      Points: 30
                    Image

                    Bergabung & berbagi bersama kami

                    Terhubung dan dapatkan berbagai insight dari pengusaha serta pekerja mandiri untuk perluas jaringan bisnis Anda!