::
Seiring dengan perkembangan sistem administrasi perpajakan yang semakin modern, Ditjen Pajak (DJP) mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2025, yang memperkenalkan sistem Coretax. Salah satu perubahan signifikan yang patut dicermati oleh wajib pajak adalah kewajiban untuk melakukan koreksi fiskal per akun. Hal ini menjadi topik hangat yang dibahas dalam berita DDTCNews pada Jumat (22/8/2025), yang harus dipahami oleh setiap wajib pajak agar dapat menyusun SPT dengan benar dan tepat.
Pada sistem SPT sebelumnya, koreksi fiskal positif dan negatif dapat dilakukan dalam bentuk total untuk seluruh laporan laba rugi. Namun, dengan penerapan Coretax, DJP mengharuskan wajib pajak untuk mengoreksi fiskal ini per akun, yang berarti setiap akun laba rugi harus disesuaikan secara terpisah, baik untuk koreksi fiskal positif maupun negatif. Hal ini memerlukan kehati-hatian dan ketelitian lebih saat melakukan perhitungan dan pelaporan pajak, mengingat setiap elemen akun yang terlibat harus diperiksa dan disesuaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
DJP, melalui Fungsional Penyuluh Pajak, Rohmat Arifin, menjelaskan bahwa koreksi fiskal positif adalah penyesuaian yang menambah penghasilan atau mengurangi biaya komersial, sedangkan koreksi fiskal negatif bertujuan untuk mengurangi penghasilan atau menambah biaya. Koreksi ini dilakukan dalam Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 untuk wajib pajak orang pribadi, dan Lampiran 1A hingga 1L untuk wajib pajak badan.
Dengan begitu, tiap koreksi harus tercermin secara rinci pada kolom penyesuaian fiskal dalam laporan laba rugi, yang mencakup kode penyesuaian fiskal sesuai dengan pilihan yang ada. Ada total 11 kode untuk penyesuaian fiskal positif dan 4 kode untuk penyesuaian fiskal negatif, yang semuanya harus dicantumkan dengan benar dalam SPT.
Hal yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak adalah objek pajak tidak final, yang berarti nilai akun yang sudah dikurangi dengan penghasilan yang bukan objek pajak atau yang dikenakan PPh final. Koreksi fiskal ini penting untuk memastikan bahwa penghitungan objek pajak menjadi tepat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selain perubahan teknis pada pelaporan SPT, ada beberapa hal penting lainnya yang perlu dicermati, seperti target penerimaan negara yang terus ditingkatkan oleh pemerintah. Di tahun 2026, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp3.147 triliun, yang meliputi pendapatan dari PPh, PPN, dan jenis pajak lainnya. Untuk mencapai target tersebut, Sri Mulyani, Menteri Keuangan, menyatakan bahwa strategi optimalisasi pendapatan negara akan mencakup perbaikan sistem perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan perluasan basis pajak.
Namun, di tengah upaya peningkatan penerimaan, pemerintah juga harus tetap memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat dan dunia usaha, agar tidak memberatkan mereka dengan kebijakan yang terlalu memberatkan. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan dalam penegakan kepatuhan pajak dan pencapaian target penerimaan negara yang realistis.
Pada akhirnya, pelaporan SPT Tahunan 2025 yang mengadopsi sistem Coretax memerlukan pemahaman yang lebih mendalam dari para wajib pajak. Koreksi fiskal yang dilakukan per akun bukan hanya sekadar kewajiban teknis, tetapi juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan kualitas administrasi pajak yang lebih transparan dan akuntabel. Jadi, bagi kamu yang bergerak di dunia pajak atau sedang mempersiapkan pelaporan pajak, pastikan untuk mengikuti ketentuan ini dengan seksama agar tidak terjadi kesalahan yang bisa berujung pada masalah di kemudian hari.