::
Kebijakan pelarangan kenaikan NJOP dan tarif PBB oleh pemerintah pusat melalui Permendagri 14/2025 menjadi langkah yang cukup signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Selama beberapa tahun terakhir, kenaikan NJOP sering kali dianggap sebagai penyebab meningkatnya beban finansial warga, khususnya di daerah perkotaan dengan nilai tanah yang terus naik. Dengan adanya larangan ini, pemerintah daerah diingatkan agar tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), tetapi juga mempertimbangkan daya beli masyarakat dan keadilan sosial. Kebijakan ini pada dasarnya menegaskan bahwa pajak daerah harus selaras dengan kondisi sosial-ekonomi warga, bukan sekadar instrumen fiskal untuk menambah kas daerah.
Namun, di sisi lain, tantangan terbesar dari kebijakan ini justru muncul pada kemampuan pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan fiskal. Dengan tidak adanya ruang untuk menaikkan NJOP atau tarif PBB, daerah perlu berpikir kreatif dalam menggali potensi pendapatan lain tanpa membebani masyarakat. Misalnya, dengan memperbaiki sistem ekstensifikasi pajak, menutup celah kebocoran, serta meningkatkan kepatuhan pajak melalui digitalisasi dan transparansi. Pendekatan ini tidak hanya menjaga keberlanjutan pendapatan daerah, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah lokal. Selain itu, penting juga bagi pemda untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dana pajak agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat secara langsung.
Kebijakan ini juga membawa pesan moral yang kuat tentang pentingnya empati dalam pengambilan keputusan publik. Pemerintah pusat menegaskan bahwa penetapan pajak bukan semata urusan administrasi fiskal, melainkan juga kebijakan sosial yang berdampak luas pada kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, saya ingin mengajukan pertanyaan: bagaimana langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan kepentingan masyarakat, terutama di tengah tekanan target penerimaan APBD? Selain itu, apakah kebijakan seperti ini bisa menjadi momentum bagi pemda untuk lebih serius mengembangkan sumber pendapatan alternatif nonpajak, misalnya melalui pengelolaan aset daerah atau kerja sama investasi yang berkelanjutan? Menurut Anda, bagaimana seharusnya keseimbangan antara pembangunan dan keadilan sosial dijaga dalam konteks kebijakan pajak daerah?