::
(Jakarta) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi menetapkan biji kakao sebagai salah satu komoditas yang dikenai pungutan ekspor dalam kebijakan dana perkebunan. Kebijakan ini memperluas cakupan pungutan yang sebelumnya hanya berlaku bagi kelapa sawit dan produk turunannya.
Dikutip dari Kontan, ketentuan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada Jumat (17/10). Dengan diberlakukannya aturan ini, pemerintah berharap dapat memperkuat pengelolaan dana perkebunan dan mendukung keberlanjutan sektor agrikultur nasional, khususnya komoditas ekspor unggulan.
PMK 69 Tahun 2025 menggantikan aturan sebelumnya, yakni PMK Nomor 30 Tahun 2025, yang belum mencantumkan biji kakao dalam daftar komoditas kena pungutan. Dalam regulasi terbaru ini, pemerintah menetapkan skema tarif progresif berdasarkan harga referensi kakao di pasar internasional.
Berdasarkan lampiran PMK tersebut, jika harga referensi biji kakao berada di bawah atau sama dengan US$ 2.000 per ton, maka tidak akan dikenakan pungutan. Namun, jika harga naik di atas US$ 2.000 hingga US$ 2.750 per ton, pungutan yang berlaku sebesar 2,5 %.
Sementara itu, untuk harga referensi antara US$ 2.750 hingga US$ 3.500 per ton, tarif pungutan ditetapkan sebesar 5 %. Adapun bila harga melebihi US$ 3.500 per ton, pungutan ekspor mencapai 7,5 % dari nilai ekspor. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan penerimaan negara dari sektor perkebunan. (Rp)