::
Bagi rekan-rekan praktisi pajak dan wajib pajak yang pernah menerima Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), penting untuk memahami bahwa dokumen ini bukan sekadar “surat klarifikasi biasa”. SP2DK bisa menjadi pintu masuk menuju tindakan pemeriksaan pajak yang lebih dalam jika tidak ditanggapi dengan baik.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-05/PJ/2022, terdapat tiga simpulan hasil pelaksanaan P2DK yang bisa berujung pada usulan pemeriksaan oleh KPP. Apa saja itu?
1. Wajib Pajak Tidak Lagi Dapat Diperiksa Secara Normal
Ini terjadi jika wajib pajak orang pribadi sudah meninggal dunia, meninggalkan Indonesia untuk selamanya, atau jika wajib pajak badan telah dibubarkan. Dalam kondisi seperti ini, proses pemeriksaan bisa menjadi pilihan agar kewajiban perpajakan tetap bisa diselesaikan.
2. Wajib Pajak Tidak Memberikan Penjelasan atas SP2DK
Jika wajib pajak tidak menanggapi SP2DK dalam jangka waktu yang telah ditentukan (maksimal 14 hari sejak tanggal penyampaian), maka hal ini bisa menjadi dasar kuat bagi KPP untuk langsung mengusulkan pemeriksaan.
3. Penjelasan Tidak Sesuai atau Wajib Pajak Menolak Koreksi
Saat wajib pajak memberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan hasil penelitian petugas, atau tidak bersedia melakukan pembetulan SPT meskipun ditemukan ketidaksesuaian, maka tindakan pemeriksaan menjadi langkah selanjutnya.
Semua simpulan ini dituangkan dalam Laporan Hasil P2DK (LHP2DK) yang disusun maksimal 60 hari sejak SP2DK dikirimkan. Laporan ini bisa diperpanjang 30 hari lagi atas persetujuan Kepala KPP.
Yang perlu digarisbawahi adalah, SP2DK merupakan bagian dari pengawasan kepatuhan material atas kewajiban perpajakan. Jadi, meskipun sifatnya masih dalam tahap klarifikasi, respons wajib pajak atas SP2DK sangat menentukan apakah proses ini akan berhenti di P2DK atau lanjut ke pemeriksaan.
Jangan anggap enteng SP2DK. Respon yang cepat, lengkap, dan sesuai bisa mencegah eskalasi menjadi pemeriksaan. Manfaatkan semua jalur yang tersedia—baik tatap muka, audio visual, maupun secara tertulis, termasuk melalui sistem DJP jika tersedia secara elektronik.
Semoga informasi ini bisa jadi pengingat agar kita semua lebih waspada dan proaktif dalam menyikapi setiap surat dari otoritas pajak. Jangan sampai terlambat!