::
Pernah denger nggak sih kalau HR atau user suka “stalking” kandidat di media sosial sebelum proses interview atau saat mau hiring?
Saya aware dengan praktek ini sebenernya malah dari konten recruiter luar. Apakah di Indonesia hal ini sudah menjadi standard yang dilakukan yah?
Kalau memang social media dicek,
Apa tujuannya? Apakah ada nilai plus (personal branding) yang bisa ditemukan recruiter dari social media?
Pertanyaan ini timbul dari rasa penasaran, dan agak sedikit berkaitan dengan thread yang aku buat sebelumnya (bisa dibaca : https://community.mekari.com/forums/topic/fenomena-oversharing-di-social-media-dan-perang-opini/), kita tahu bahwa social media itu berisi ekspresi seseorang dengan segala emosi dan kehidupanya. Bayangkan orang yang suka share opini di media sosial, yang mana itu hak mereka berekspresi, tenyata tidak sejalan ni dengan recruiter tertentu apakah secara individu ataupun secara organisasi.
Padahal mungkin by merit skill nya qualified dengan apa yang dibutuhkan posisi itu. Mana yang didahulukan, Culture fit atau Skill to solve the problem?
Social media platform nya banyak. Sudah berkembang dari tahun 2000an, ada yang masih aktif ada juga yang platform nya sudah ada. Katakanlah platform seperti X atau Instagram yang sudah lumayan lama ada. Kita bisa lho liat growth nya orang dari postingan nya saja. Apa yang di post tahun 2010 mungkin beda dengan yang di post baru-baru ini. Orang bertumbuh.
Ini beneran penasaran yah. Untuk rekan-rekan yang sedang cari kerja bukan tentang harus sempurna di media sosial. Tapi tentang kesadaran bahwa apa yang kita bagikan hari ini, bisa dilihat siapa saja esok hari—termasuk calon atasan.
Keep it authentic, but also aware. 🙏