Home / Topics / Finance & Tax / Polemik Permintaan Keringanan Pajak BUMN oleh Danantara
- This topic has 4 replies, 2 voices, and was last updated 1 day, 9 hours ago by
Lia.
Polemik Permintaan Keringanan Pajak BUMN oleh Danantara
December 8, 2025 at 8:58 am-
-
Up::1
Isu mengenai permintaan keringanan pajak oleh sejumlah BUMN kembali menjadi perhatian setelah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait permohonan dukungan fiskal dari CEO Danantara, Rosan Roeslani. Dari penjelasan yang disampaikan, terlihat bahwa pemerintah ingin tetap mendukung proses konsolidasi yang sedang berlangsung, namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam memberikan insentif. Menariknya, Purbaya menegaskan bahwa permintaan penghapusan kewajiban pajak untuk kasus-kasus lama sebelum 2023 secara tegas ditolak. Artinya, ada batas yang jelas antara dukungan fiskal dan disiplin kebijakan.
Menurut Purbaya, pemerintah hanya dapat memberikan keringanan pajak selama hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa meskipun BUMN memiliki peran strategis, mereka tidak dapat serta-merta mendapatkan perlakuan khusus yang melampaui batas regulasi. Sayangnya, publik belum mendapatkan informasi mengenai BUMN mana saja yang mengajukan permintaan tersebut, sehingga ruang spekulasi masih cukup terbuka.
Salah satu poin menarik adalah kemungkinan adanya insentif pajak untuk BUMN yang sedang menjalankan aksi korporasi, terutama dalam rangka konsolidasi. Purbaya menyatakan bahwa pemerintah masih mempertimbangkan pemberian keringanan dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Kebijakan ini tampaknya diarahkan untuk memastikan proses restrukturisasi dan penguatan BUMN berjalan efektif tanpa membebani keuangan perusahaan secara berlebihan pada masa transformasi.
Setelah masa dua atau tiga tahun tersebut, setiap aksi korporasi akan kembali dikenakan pajak penuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Skema ini memberikan kompromi antara dorongan reformasi dan penegakan aturan pajak. Bagi pemerintah, ini juga menjaga konsistensi fiskal dan mencegah moral hazard jika insentif diberikan tanpa batas waktu.
Purbaya juga menegaskan bahwa seluruh keputusan diambil berdasarkan regulasi, bukan berdasarkan permintaan semata. Prinsip ini penting agar insentif fiskal tidak berubah menjadi “bantuan khusus” yang membuka peluang ketidakadilan, terutama mengingat BUMN mengelola sumber daya besar dan memiliki pengaruh signifikan di berbagai sektor ekonomi.
Melihat dinamika ini, kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai langkah tengah: mendukung transformasi BUMN tanpa mengabaikan disiplin perpajakan. Namun di sisi lain, transparansi mengenai perusahaan mana saja yang meminta keringanan pajak tetap menjadi tuntutan publik agar pengawasan bisa berjalan lebih sehat.
Menurut saya, kebijakan selektif seperti ini memang diperlukan, tetapi tetap harus diiringi dengan mekanisme pemantauan yang jelas. Pemberian insentif sementara bisa efektif untuk mendorong konsolidasi, namun harus ada evaluasi terukur agar insentif tersebut tidak menjadi alat yang disalahgunakan.
Bagaimana menurut teman-teman di forum ini? Apakah pemberian keringanan pajak dalam rangka konsolidasi BUMN adalah langkah yang tepat? Atau seharusnya pemerintah lebih tegas dan tidak memberikan insentif sama sekali untuk menjaga keadilan fiskal dan persaingan usaha?
-
Menurut saya, wacana keringanan pajak untuk BUMN memang perlu dilihat dari sudut pandang yang lebih luas. Transformasi dan konsolidasi bukan hal kecil, apalagi jika perusahaan sedang melakukan restrukturisasi yang kompleks. Dalam konteks tersebut, insentif fiskal bisa menjadi katalis agar perubahan berjalan lebih cepat dan tidak membebani beban keuangan perusahaan di masa transisi.
-
Karena itu, pendekatannya idealnya bersifat selektif dan berbasis performa, bukan status kelembagaan. Artinya, perusahaan yang menunjukkan progress nyata dalam transformasi bisnis, peningkatan profitabilitas, dan governance yang lebih baik layak mendapatkan dukungan fiskal. Sebaliknya, bagi yang tidak menunjukkan perubahan substansial, insentif justru akan terasa kontraproduktif dan tidak adil.
-
Namun demikian, keringanan pajak tidak bisa berdiri sendiri tanpa mekanisme akuntabilitas. Insentif hanya efektif jika dibarengi dengan perbaikan tata kelola, efisiensi operasional, dan target kinerja yang terukur. Kalau tidak, risiko moral hazard akan jauh lebih besar—terutama karena status BUMN sering kali membuat publik bertanya apakah ada perlakuan istimewa yang tidak diberikan kepada pelaku usaha lainnya.
-
Pada akhirnya, kebijakan ini bisa menjadi jalan tengah yang baik: mendukung konsolidasi tanpa mengabaikan prinsip keadilan fiskal dan transparansi. Yang kini paling dibutuhkan adalah kejelasan kriteria, sistem monitoring, dan keterbukaan informasi kepada publik. Dengan begitu, kebijakan fiskal tidak hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga sarana untuk membangun kepercayaan dan akuntabilitas BUMN ke depan.
-
- You must be logged in to reply to this topic.
Login terlebih dahulu , untuk memberikan komentar.
Peringkat Top Contributor
- #1 Edi GunawanPoints: 67
- #2 Agus DjulijantoPoints: 62
- #3
Amilia Desi MarthasariPoints: 40 - #4
Albert YosuaPoints: 37 - #5 Debbie Christie Ginting / Finance Team LeadPoints: 37
Artikel dengan topic tag terkait:
Tag : All
- Kuis Spesial Menyambut Tahun Baru 2025!11 December 2024 | General
- Mekari Community Giveaway Tiket Mekari Conference 202423 July 2024 | General
- 7 Hari Perjalanan Kecil Menuju Versi Terbaikmu16 September 2025 | General
- Suara Rakyat, Antara Harapan dan Tantangan4 September 2025 | General
- Karyawan Teng-Go Pulang Tepat Waktu8 July 2025 | General